Judul
|
Kubah
|
Penulis
|
Ahmad Tohari
|
Genre
|
Novel Sastra
|
Penerbit
|
Gramedia
|
Jumlah Halaman
|
211
|
Tahun Terbit
|
September 2012 (Cetakan ke-4)
|
Novel berjudul “Kubah” karangan Ahmad
Tohari ini berkisah mengenai kehidupan seorang pria bernama Karman yang hidup
dijaman awal kemerdekaan Indonesia dimana isu komunisme santer tersebar
dimana-mana. Karman awalnya adalah pemuda yatim yang rajin bekerja ditempat
Haji Bakir sejak kecil dan selalu sholeh serta cerdas namun kemudian ia menjadi
berubah seratus delapan puluh derajat akibat lamarannya terhadap Rafiah, anak
Haji Bakir, ditolak. Rasa kecewa yang mendalam berselimut sakit hati yang tak
terbendung tersebut dimanfaatkan kelompok penganut komunis yang semula memang
sudah menargetkan Karman sebagai calon kader untuk membuat Karman semakin jauh
dari Tuhan-nya.
Kawan Margo dan kawan Triman, kader yang
bertugas menyeret Karman ke dalam kelompok komunis, seperti menyiram minyak ke
dalam bara api. Maka semakin berkobarlah dendam Karman. Karman pun semakin
dihasut bahwa kemiskinanlah yang membuat lamarannya ditolak dan kemiskinan itu
sendiri diciptakan kaum tuan tanah seperti Haji Bakir.
Ketika isu bahwa partai komunis sedang
dibasmi diberbagai wilayah, hati Karman bergetar takut. Kenyataan bahwa Margo
dan Triman tertangkap dan dibinasakan, membuat Karman ketar-ketir dan dengan
berat meninggalkan istri berserta ketiga anaknya yang masih seumur jagung.
Pelarian bukanlah jalan akhir Karman, karena kelak Karman akan menerima
hukumannya yaitu diasingkan ke Pulai Buru selama 12 tahun. Penderitaan Karman
tak berhenti disitu, Marni, istrinya, sudah tidak kuat ditinggal lama-lama.
Bukan karena tak kuat menahan hawa nafsu melainkan karena ketiga anaknya butuh
santunan dan cara satu-satunya mendapat santunan rutin adalah dengan jalan
bersuami. Meski terdengar berat namun akhir kisah ini bisa dikatakan cukup
indah, bahwa Karman menyadari bahwa agama bukanlah candu seperti yang diajarkan
di partainya melainkan sumber ketenangan batin dan jiwa adalah sebuah
penyelesaian yang adil.
Epik menangkap di dalam cerita karangan
Ahmad Tohari ini kurang lebih adalah pertarungan antara dua kubu yaitu kaum
idealis dan kaum materialis. Timbul berbagai pergolakan batin Karman yang
awalnya begitu idealis terhadap kepercayaan dan Tuhan-nya yang kemudian hilang
digerus kaum materialis yang meyakinkan Karman bahwa segala sesuatu yang
membenda adalah yang membentuk ide atau konsep pikiran diluar itu adalah
bohong. Kemudian Karman kembali gamang akan keyakinannya akan partai dan Tuhan
setelah ada isu penangkapan para komunis. Mungkin para idealis akan mengatakan
bahwa Tuhan tengah menunjukan azab-Nya pada Karman, meski ia tidak mati tapi
dipenjara 12 tahun jauh dari sanak keluarga adalah hal yang sungguh menyiksa.
Suatu hari ketika masih dalam pelariannya,
Karman bertemu Kastagethek yang seorang buruh angkut bambu membuat hatinya
terdalam diam-diam sungguh iri. Meski miskin, hidup Kastagethek sungguh dipenuhi
rasa syukur dan tidak membuatnya berpaling terhadap Tuhan-nya. Karman sendiri
setelah menempuh 12 tahun dipengasingan berubah peringainya. Ia sudah melupakan
dendamnya terhadap Haji Bakir, malah kini mereka menjadi keluarga karena Tini,
Anak Bakir, diperistri cucu Haji Bakir. Karman pun sukarela membuatkan sebuah
kubah untuk Masjid milik Haji Bakir yang direnovasi.
Begitu banyak nilai keagamaan dan sosial
yang dibagi dalam novel ini. Antara lain ketika ketakutan Karman akan
dikucilkan warga desanya akibat statusnya yang sebagai mantan tahanan politik
ternyata tidak terbukti. Justru warga desanya menerimanya kembali dengan hangat
dan ramah. Seolah kita disadarkan bahwa seluruh manusia di dunia sama
derajatnya entah dia seorang bekas tahanan atau haji sekalipun. Kemudian rasa
dendam Karman yang ia hapus dan ia menyadari bahwa tidakan tersebut adalah
tindakan bodoh yang tidak beralasan. Hal ini mengajarkan bahwa menyimpan dendam
sama saja dengan menyimpan bara dalam sekam yang suatu hari dapat berbalik membakar
diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar