Kamis, 10 Januari 2013

Namaku Hiroko "Gadis Desa VS Modernisasi"



Eh ujan gerimis aje~ hahaha
Akhir-akhir ini Surabaya sering diguyur ujan... dan itu bikin cucian Epik ngga kering-kering (curhat neh ceritanya...)
Yak... Ini pertama kalinya Epik baca karya salah satu penulis wanita yang populer di Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Nh. Dini?. Epik pinjam buku dari perpustakaan Kampus B Unair nih... Jadi harap maklum kalau cetakan lama hehehe... Yak langsung aja review'annya~

Judul
Namaku Hiroko
Penulis
Nh. Dini
Genre
Novel sastra
Penerbit
Gramedia
Jumlah Halaman
246
Tahun Terbit
1986 (Cetakan ke-2)

Nh. Dini
Hiroko adalah seorang gadis Jepang yang tinggal di desa bersama ayah beserta ibu tiri dan kedua adik tirinya. Semenjak tidak lagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sepasang suami istri tua di kota dekat rumahnya, ia diajak oleh kawannya yang bernama Tomiko untuk merantau ke kota besar. Hiroko si gadis desa yang lugu pun tertarik dan atas seizin ayahnya, ia pergi merantau dengan Tomiko.

Sesampainya di kota, ia begitu terperangah dengan keadaan kota besar yang muram, dikelilingi gedung-gedung tinggi, serta sedikit sekali sentuhan hijau pepohonan. Tomiko mengajak Hiroko tinggal bersamanya sementara di tempat ia bekerja. Tomiko bekerja menjadi pembantu di rumah konsulat Perancis. Tomiko juga membantu Hiroko mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang didapat pertama oleh Hiroko adalah menjadi pembantu rumah tangga pada sebuah keluarga yang terdiri dari tuan, nyonya, dan anaknya yang baru berusia beberapa bulan. Awalnya ia merasa cukup senang mendapat pekerjaan sehingga tidak merepotkan Tomiko. Keluarga tempat ia bekerja pun memperlakukan dirinya cukup baik meski tuannya sering memancing-mancing dan mencari perhatian Hiroko dengan menyuruh-nyuruh Hiroko padahal sebelumnya si tuan ini jarang sekali berbicara dengannya. Pergaulan di kota besar membuat pemikiran Hiroko semakin terbuka apalagi soal mode pakaian dan pergaulan bebas teman-temannya, meski Hiroko sendiri masih belum berani main-main macam teman-temannya.

Sampai suatu hari adik laki-laki si nyonya datang untuk berlibur. Sanao, nama dari adik lelaki nyonya, adalah pemuda yang tampan, tinggi, kaki yang panjang, badan yang tegap, rambut hitam, dan memiliki daya tarik yang membuat Hiroko tak kuasa menahan rasa jatuh cinta terhadapnya. Dari pria inilah Hiroko merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang wanita dewasa. Sayangnya Sanao harus pulang kembali ke kotanya dan setelah itu hampir tidak ada kabar dari Sanao.

Nyonya hamil anak keduanya, ia semakin menjadi uring-uringan dan malas. Ketika tuan berkata akan pergi dinas ke luar kota selama sebulan, nyonya memilih untuk berlibur ke rumah saudaranya dan menitipkan anak pertamanya kepada Hiroko untuk dijaga. Anehnya belum genap sebulan tuan pergi dinas, ia kembali ke rumah dengan mengendap-ngendap lewat jendela seperti pencuri, Hiroko sedikit curiga namun karena tuan adalah majikannya sendiri Hiroko mencoba mengesampingkan kecurigaannya. Tuan tiba-tiba memberi oleh-oleh kepada Hiroko. Ketika bungkusan oleh-oleh itu dibuka isinya adalah selembar kain sutra dari Kyoto. Terang saja Hiroko kegirangan. Tapi itu semua hanya modus belaka. Tujuan tuannya hanyalah untuk mendapatkan tubuh Hiroko. Meski tidak menyukai majikannya tersebut, entah mengapa Hiroko tidak bisa menolak ajakan tuannya. Seolah hanya nafsu saja yang menguasai akal dan pikirannya.

Kisah pengembaraan cinta Hiroko tidaklah berhenti sampai disitu saja. Masih ada banyak pria yang silih berganti hadir sebagai hiasan dalam hidupnya juga pria yang benar-benar mengisi hatinya.

Hm... Ketika membaca novel ini, jujur Epik super excited banget... Karena ngga diragukan lagi Nh. Dini adalah novelis terkenal di Indonesia. Setelah menghabiskan isi novel ini, Epik menilai Hiroko sebagai "Evil b*tchy women yang takut miskin". Yah itu mah bahasa kasarnya sih... Sebenernya kalau ditelaah lebih jauh sepertinya Nh. Dini ingin menggambarkan sosok gadis yang pola pikirnya terpaksa berubah akibat desakan modernisasi kota besar. Mindset Hiroko telah diubah menjadi sesosok manusia yang berorientasi pada uang serta telah mengesampingkan moral dan etika demi tidak kembali jatuh miskin. Padahal sebelumnya Hiroko adalah gadis desa yang pemalu, lugu, dan baik loh...

Epik merasa diingatkan melalui tokoh Hiroko ini bahwa dunia ini sudah berubah, moral dan etika tergeser oleh pikiran materialis. Entah kenapa Epik benci sekali terhadap sifat Hiroko yang kelewat materialis, seolah semua diukur dengan uang dan harta. Jadi igit-igit gitu kalau semakin mendalami karakter Hiroko.

Kisah Hiroko juga diselingi kisah-kisah lain yang tersebar di dalam novel. Mungkin kisah-kisah yang hampir tidak penting, tapi cukup banyak. Seperti kisah pastor Perancis yang menghamili pembantunya, kisah Michiko seorang hostes, dan lain-lain. Cerita yang tersebar memang tidak panjang tetapi memiliki makna. Rata-rata menunjukan kebobrokan moral orang-orang jaman sekarang. Mungkin di jaman novel ini berjaya, kisah-kisah macam ini dihadirkan untuk membuka wawasan orang-orang yang belum mengerti kehidupan dunia saat itu yang mulai mengila.

So, kalau KIKOSer ada waktu luang, coba deh cari novel ini ditumpukan perpustakaan sekolah atau di toko-toko buku bekas... Lumayan untuk menghibur KIKOSer~


1 komentar: