Selamat Malam KIKOSer~
Yah Epik tau ini udah larut malam, tapi
ngga ada salahnya Epik membagi review'an buku buat KIKOSer kan :)
BTW, sebelumnya Epik sudah nge-review
bukunya Mitch Albom yang The Five People You Meet In Heaven (untuk baca review'an
tersebut klik Disini), nah sekarang Epik bakal nge-review buku lain dari
Mitch yang berjudul 'Selasa Bersama Morrie' atau 'Tuesdays With Morrie'. Jadi
dari pada lama-lama langsung baca ya~
Judul
|
Tuesdays With Morrie
|
Penulis
|
Mitch Albom
|
Genre
|
True Story
|
Penerbit
|
Gramedia
|
Jumlah Halaman
|
209
|
Tahun Terbit
|
Juli 2011 (cetakan ke-8)
|
Mitch Albom |
Pada musim panas tahun 1994, Morrie
menerima kabar buruk yang sebetulnya ia sudah rasakan jauh sebelum menerima
kabar ini. Morrie dan Charlotte (isterinya) pergi ke dokter (banyak dokter)
untuk mengetahui penyakitnya. Dokter-dokter menyarankan mereka untuk
memeriksakan penyakit Morrie tersebut ke ahli syaraf dan mereka mendapati bahwa
Morrie menderita ALS (amyotrophic lateral sclerosis) atau disebut juga penyakit
Lou Gehrig, sebuah penyakit yang juga diderita Stephen Hawking (seorang
fisikawan). ALS menyerang seluruh otot tubuh yang membuat penderita kehilangan
kendali atas otot. Penderita menjadi lumpuh sedikit demi sedikit dan sayangnya
penyakit mematikan ini belum ditemukan obatnya. Sebelum dinyatakan terkena ALS,
Morrie sudah terkena asma bahkan pada suatu hari ia pernah merasa seperti saat
udara dingin berhembus ketika ia sedang jalan-jalan pagi. Beberapa tahun
kemudian Morrie mulai sulit berjalan. Bahkan saat menghadiri pesta ulang tahun
temannya, ia terjatuh tanpa alasan. Morrie juga pernah jatuh di tangga teater
dan ternyata inilah alasannya.
Morrie berpikir berapa lama lagi sisa
waktunya?. Tapi Morrie tidak mau menyerah begitu saja terhadap penyakit ini.
Morrie terus melanjutkan kegemarannya jalan-jalan meski kegiatan tersebut
semakin sulit dilakukan. Tak habis akal, ia membeli tongkat untuk membantunya
berjalan. Ia juga masih suka berenang meski ia mulai kesulitan berganti
pakaian, tak habis akal Morrie kemudian mengupah seorang mahasiswa teologi
untuk menolongnya menanggalkan pakaian dan membantunya masuk serta keluar
kolam. Morrie tidak berhenti mengajar meski ia kesulitan berjalan menuju kampus
tempat ia mengajar yang berada di puncak bukit.
Suatu hari setelah cukup terengah-engah
berjalan menuju kelasnya, Morrie duduk di atas kursi dan menatap seluruh
mahasiswa yang telah menunggunya. Ia berkata “Sahabat-sahabatku, aku yakin
kalian semua hadir di sini untuk mengikuti mata kuliah Psikologi Sosial. Aku
telah mengajar mata kuliah ini selama dua puluh tahun, dan baru pertama kali
aku ini aku harus mengatakan bahwa kalian beresiko dengan mengambil mata kuliah
ini, karena aku menderita suatu penyakit mematikan. Hidupku mungkin tak akan
sampai akhir semester ini. Apabila menurut kalian ini bisa mendatangkan
masalah, aku mengerti bila kalian ingin membatalkan mata kuliah ini.” lalu ia
tersenyum.
Disisi lain, Mitch Albom, sang
mahasiswa, sedang menapaki dunia karirnya yang semakin menanjak. Setelah lulus
kuliah, Mitch mencoba banyak pekerjaan. Seperti bermain musik, membentuk grup
band, berpindah-pindah dari New York sampai Florida, namun semuanya tidak cukup
sukses. Hingga akhirnya Mitch mendapatkan pekerjaan di Detroit sebagai penulis
kolom olahraga di sebuah koran. Kemudian tak hanya menjadi penulis kolom, Mitch
mulai menulis buku-buku mengenai olahraga, menjadi tamu di radio dan televisi,
dan yang paling utama Mitch merasa dibutuhkan. Seiring dengan peningkatan
popularitasnya, Mitch mulai membeli rumah, beberapa buah mobil, saham, dan
menikahi kekasihnya yang telah 7 tahun ia pacari. Sampai suatu hari Mitch
menonton acara Nightline.
Jum’at malam bulan Maret 1995, Mitch
tidak sengaja menonton Nightline setelah menganti-ganti channel tv. Acara yang dibawakan oleh Ted Koppel tersebut
menampilkan sosok Morrie, sang professor kesayangan Mitch. Saat itu Morrie
sudah duduk di kursi roda, kakinya lumpuh total, makan menjadi hal yang berat
untuknya, namun Morrie tidak mau menyerah. Pemikiran-pemikiran baru muncul di
kepala Morrie dan ia mencatatnya menjadi untaian kata-kata bijak yang
menginspirasi. Mitch mendadak mati rasa saat mendengar Ted Koppel berkata
“Siapa Morrie Schwartz?”.
Mitch sadar bahwa ia telah mengingkari
janji kepada Morrie. Pada saat upacara kelulusan dulu, ia pernah berjanji
kepada Morrie bahwa mereka akan terus berhubungan. Mitch memberikan Morrie
sebuah tas yang bertuliskan nama Morrie pada bagian depannya dan kemudian ia
dipeluk oleh Morrie. Mitch melihat Morrie menitikan air mata saat melepas
pelukannya.
Mitch kemudian mengunjungi rumah Morrie
di Massachusetts. Morrie menyambutnya dengan ramah dan hangat. Morrie berkata
“Sahabatku, akhirnya kau datang juga” sambil merengkuh lalu mengguncang-guncang
tubuh Mitch dipelukannya. Tubuh kurus Morrie berada di kursi roda, ia
mengenakan baju hangat serta selimut untuk menutupi kakinya meski saat itu
adalah musim semi yang hangat. Mitch terkejut dengan keakraban yang diberikan
Morrie kepadanya. Sudah sejak 16 tahun sejak ia terakhir bertemu Morrie dan ia
benar-benar menyesal tidak menjadi mahasiswa yang baik seperti dalam kenangan
Morrie.
Mereka berdua berbincang lama dan meski
Mitch tidak menyadari sebenarnya mereka telah memulai kuliahnya. Sejak saat itu
seminggu sekali yakni setiap hari Selasa Mitch selalu mengunjungi Morrie dan
mendapatkan banyak sekali hal dari Morrie. Mereka bercakap-cakap mengenai
dunia, budaya, penyesalan, kematian, keluarga, emosi, uang, cinta, maaf, dan
masih banyak lagi.
Buku yang menginspirasi! Serius, ngga
bo'ong. Baru halaman ke-10 Epik udah bercucuran air mata… Bukan karena kasihan
tapi karena terharu… Setelah baca buku
ini, Epik jadi menyadari berbagai hal dan Epik merasa bersyukur diberi Allah
S.W.T. rezeki terutama rezeki kesehatan yang melimpah... Pokoknya ini buku yang
ngga boleh dilewatkan oleh KIKOSer…
Sosok Morrie ini keren. Awesome banget!. Tidak munafik bahwa ia
terkadang merasa sedih dengan kondisinya. Ia juga tidak ragu untuk menangis
saat ia merasa berat. Tetapi kemudian ia bisa bangkit lagi dan berusaha memberi
inspirasi untuk orang lain untuk tidak menyerah. Morrie juga memiliki
pemikiran-pemikiran berbeda yang bikin pembacanya ikut merenung. Misal ia
mengadakan upacara ‘pemakaman’-nya sebelum ia meninggal. Alasaannya saat Morrie
menghadiri upacara pemakaman temannya ia merasa sedih. Semua orang membacakan
puisi dan kata-kata indah untuk temannya yang telah meninggal tersebut tapi
sayangnya temannya tidak dapat lagi mendengarkan puisi dan kata-kata indah.
Maka dari itu Morrie memiliki gagasan untuk mengadakan upacara pemakaman agar
ia dapat mendengarkan kata-kata indah dari teman-temannya.
Epik salut sama Morrie yang tidak malu
dengan keadaannya. Morrie tidak sungkan untuk bertanya kepada kerabat atau
teman yang mengunjunginya bersedia untuk membantunya mengubah posisi kepalanya
atau bahkan membantunya untuk buang air kecil. Ia berpendapat mengapa harus
malu? jika membutuhkan bantuan mintalah saja… Mungkin selama ini kita semua
(termasuk Epik) kadang sok kuat dan ngga ingin dibantu gara-gara ngga mau
dibilang manja. Tapi Morrie mengajarkan bahwa jika kita ada dititik dimana kita
memang butuh bantuan orang lain maka jangan sungkan untuk memintanya. Karena
manusia adalah mahkluk sosial yang memang tidak bisa hidup sendiri.
Buku ini mengajarkan banyak nilai hidup
yang berharga. Syukuri nikmat yang KIKOSer masih punya sekecil apapun itu…
Kesehatan yang melimpah, keluarga yang menyayangi, makanan yang bisa dinikmati
hari ini, dan banyak lagi. Karena jika suatu hari kenikmatan itu hilang yang
tertinggal adalah penyesalan…
Wajib baca buku ini ya KIKOSer, setelah
baca semoga hati serta pikiran KIKOSer tersentuh dan terinspirasi oleh kisah
Morrie... (^___^)
Web Resmi:
kisah morrie ini mengingatkan kita pada ibu een sukaesih yah.. yang beberapa bulan kebelakang beritanya sering muncul di TV.., ini novel atau kisah nyata epik ? :D
BalasHapusiya iya mirip Bu Een... intinya tetap ingin memberi orang lain manfaat meski kondisi fisiknya sudah tidkak sempurna lagi...
HapusBuku ini dari kisah nyata... BTW, bukunya Mitch Albom banyak yang bagus lo... menginspirasi gitu~
-Epik-