Selamat Sore... (^_^)
Epik mau kasih info nih... Semalam Epik
lagi baca buku judulnya "Sex Slave" tulisan Louise Brown. Buku itu
bercerita tentang keadaan prostitusi di Asia terutama negara-negara dengan
tingkat prostitusi tinggi dengan korban terbanyaknya adalah wanita dan
anak-anak dibawah umur dari kalangan menegah ke bawah. Kapan-kapan kalau Epik
udah selesai baca buku itu bakal Epik review,
soalnya saat ini Epik akan membahas sebuah kata menarik sekaligus mengejutkan
yang Epik temukan di dalam buku ini. Kata tersebut adalah Birangona.
KIKOSer tahu ngga apa itu Birangona?
Birangona adalah sebutan bagi wanita-wanita
Bangladesh yang menjadi korban pemerkosaan selama perang dengan Pakistan.
Selama sembilan bulan masa perang di tahun 1971, Tentara Pakistan (biasa disebut
Razakars) telah memperkosa lebih dari 30.000 wanita Bangladesh. Malah ada kabar
bahwa korban permerkosaan ini mencapai angka 200.000 jiwa. Pemerkosaan
besar-besaran ini adalah sebuah instrumen perang. Pakistan menyerang Bangladesh
melalui sosial budaya, karena di Bangladesh wanita merupakan kehormatan
laki-laki. Ketika wanita-wanita Bangladesh diperkosa oleh tentara Pakistan sama
saja dengan tentara Pakistan sudah menginjak-injak martabat pria-pria
Bangladesh.
Para Birangona... |
Razakars! |
Pemerintah telah resmi memberikan gelar
Birangona kepada korban-korban pemerkosaan tentara Pakistan. Birangona sendiri
dalam bahasa Bengali diartikan sebagai wanita yang pemberani. Para Birangola
ini memang secara resmi merupakan pahlawan perang, namun secara sosial budaya
para Birangona dianggap kotor oleh masyarakat disekelilingnya. Bahkan sebagian
dari anggota keluarga mereka berpaling muka dan tidak peduli pada hidup pada
korban pemerkosaan ini.
Yang lebih mengenaskan lagi (Epik kutip
dari thedailystar.net) Salah seorang Birangona bernama Raja Bala yang seorang
penganut ajaran Hindu dilarang masuk ke dalam kuil. Betapa menyedihkan, ketika
seorang korban pemerkosaan kejam malah diperlakukan tidak adil bahkan untuk
sekedar berdoa mendekatkan diri kepada Tuhannya saja dilarang oleh
lingkungannya.
Raja Bala bertutur bahwa ia diperkosa dan
ditinggalkan untuk mati begitu saja. Namun untunglah ia bertemu dengan suaminya
yang kemudian membawanya ke dokter. Ia berujar bahwa ia memang selamat dan
hidup, namun hidup yang ia jalani penuh dengan kesedihan dan dikucilkan. Korban
lain bernama Surjo Begum juga mengalami kejadian yang sama dengan Raja Bala.
Malah cerita yang menyayat hati adalah ia diperkosa tentara Pakistan hanya
setelah beberapa minggu resmi menikah.
Selain itu (Epik kutip dari
calltohumanity.wordpress.com) masih ada kisah lain yaitu dari Aleya Begum. Ia
bercerita bahwa selama dalam masa perang (saat itu ia masih berusia tiga belas
tahun), ia menjadi tawanan Razakars bersama perempuan-perempuan lain. Selama
tujuh bulan ia hanya diberi makan roti kering sekali sehari, kadang diberi
sayur-sayuran. Mereka diikat dan disulut rokok oleh Razakars. Aleya diperkosa
berkali-kali dalam sehari sampai-sampai badannya bengkak dan tidak dapat
bergerak sama sekali. Setelah bebas pun Aleya tetap harus menelan kenyataan
pahit yaitu ia telah dibuang oleh keluarganya.
Korban-korban ini rata-rata tidak kuat
menahan penderitaan sosial yang harus di tanggung. Selain trauma, luka fisik
(beberapa diantara mereka ada yang payudaranya dipotong oleh tentara Razakars),
harga diri yang dirampas, dan dikucilkan oleh masyarakat, ditambah lagi anak
cucu mereka juga ikut dicemooh seperti yang diceritakan Raja Bala. Tak heran
jika kemudian kebanyakan dari mereka memutuskan untuk bunuh diri. Beberapa yang
berusaha untuk tetap hidup terpaksa menjadi pelacur karena memang hanya
pekerjaan inilah yang mau menerima mereka.
Sungguh mengerikan, ketika korban dari
sebuah kebiadaban tidak dapat membela diri mereka. Bahkan harus rela
ditinggalkan keluarganya yang malu terhadap diri mereka. Sungguh ironis sekali.
Dari kisah menyedihkan ini seharusnya kita dapat mengambil banyak hikmah yaitu
budaya memang ada baiknya dijaga dan dipelihara namun disisi lain kemanusian
tetap harus dijunjung tinggi. Karena letak nilai manusia dapat dilihat dari sisi
kemanusiaan yang ia tunjukan.
Hendaknya kita merangkul mereka yang
menjadi korban. Mereka tentu saja tidak mengharapkan kejadian tersebut menimpa
mereka. Jadi jangan kucilkan mereka... (T^T) Hiks... Hiks...
Referensi:
-Brown, Louise. 2005. Sex Slave. London: Virago Press
-http://www.thedailystar.net/newDesign/news-details.php?nid=195252
-http://calltohumanity.wordpress.com/2012/02/18/birangona-the-forgotten-women-of-the-bangladesh-liberation-war/
-http://womenofhistory.blogspot.com/2011/09/bangladesh-birangona-victims-of-war.html
-http://bd71.blogspot.com/2007/12/pictures-04.html
-http://bd71.blogspot.com/2007/12/pictures-04.html
Gambar-gambar:
Korban-korban pemerkosaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar