Ku
tatap buku di hadapan ku, masih kosong, tak ada tulisan Cuma ada bercak air
mata saja. Apa sebegitu menyakitkan, saat akan ku tulis, semua kejadian semakin
terngiang. Ku usap pipi ku lagi, entah sudah berapa kali. Aku mencoba berkata
semua akan baik-baik saja, ini sudah pernah terjadi dan tidak terlalu
menyakitkan jika sudah ke tiga kalinya. Tapi tetap saja, walaupun pernah, rasa
sakitnya masih ada.
Saat
aku yang egois ini mengulang kesalahan yang sama.
Entah
mengapa semalaman ini tidur ku tak nyeyak, aku bahakan bisa mendengar diriku
mengigau. Udara memang panas, tapi ada hal lain yang membuat ini semua tak
nyaman.
Aku
terbangun lagi, dan ku seka lagi pipi ku. Aku duduk di meja belajarku. Air mata
itu masih ada, padahal aku bukan tipe orang pemikir, aku jarang menggunakan
perasaan, karena jika tak sesuai harapan itu akan menyakitkan. Repot memang.
Aku
hanya menggunakan perasaan, hati lebih dominan dari otak jika bersama orang
yang membuatku nyaman.
Aku
hanya peduli perkataan orang yang membuat ku nyaman, terlalu peduli sampai
kadang aku lupa jadi diriku sendiri. Mengubur yang ia tak suka, mengubah diriku
menjadi apa yang orang minta.
Itu
masalah ku sendiri, memang, tak ada orang yang meninta. Aku suka jika orang
yang membuat ku nyaman, merasa aku tak merepotkan, merasa aku jadi anak baik,
dengan sedikit sifat menyebalkan.
Tapi
sungguh sifat menyebalkan 80% dominan ada padaku, egois, pemaksa, pemikir,
perasa, penyendiri, si tukang perintah. Jika aku ada dua, tak ingin aku berteman dengan diri ku satunya, sungguh.
Aku
terkadang heran ada orang yang sabar yang mau mengajakku berbicang, walaupun
sendiri lebih mudah. Lalu aku sadar apa yang membuat ku menyeka pipi ku
berkali-kali.
Bukan
tanpa sebab, saat kau merasa menemukan orang yang membuat mu nyaman. Sehingga
kau akan menjadi besar kepala, sifat buruk mu semakin terlihat. Kau semakin nyaman,
dan membuat mu lalai.
Aku
kira orang sekitar ku merasa senang, memang terlau di butakan zona nyaman. Aku
kira kala mereka diam tak berkomentar, kita akan sepaham. Aku kira saat mereka menyetujui
hal gila dari otak kecil ku, mereka akan suka. Pada saat aku kira mereka
mengikuti ku tanpa penolakan tegas, ku fikir mereka akan senang nantinya.
Ternyata
Cuma egois ku saja, sangat menyakitkan saat tau hanya aku yang senang. Mereka
hanya terpaksa. Saat tak ada penolakan keras, tak ada komentar pedas, mereka
terlihat menikmati hari berasama ku, terlihat senang dimata ku. Di akhir
perjalanan, Perkataan itu datang. Keluhan itu datang, mengeluh, tak setuju itu datang,
setelah semua yang terlihat senang, ternyata hanya aku sendiri.
Aku
orang dengan 80% sifat menyebalkan, entah masih merasa sakit saat hal ini
muncul lagi. Kadang emosi ku mengatakan, kenapa mereka hanya diam saat tak setuju,
kenapa hanya mengiyakan saat mereka tak suka. Kenapa di akhir selalu ada
keluhan, seakan aku memaksakan semuanya. Kurasa mereka sudah cukup dewasa
mengatakan iya dan tidak. Suka dan tidak, mau dan tidak mau.
Rasanya
saat kau mengajak seseorang bermain komedi putar, tak ada penolakan, tak ada
komentar, dan mereka ikut menaiki komedi putar bersama mu. Setelah permainan
berakhir, mereka akan mengatakan bahwa mereka tak suka, komedi putar ini
membuat ku mual dan pusing, seharunya mereka bisa bersenang-senang dengan
wahana lain. Tapi kenapa baru setelah permainan mereka ucapkan itu. Sunguh itu
sangat menyakitkan.
Bukankan
sudah ku katakan, aku siap menerima penolakan di muka, penolakan baik atau
kasar. Asal lakukan semua itu di muka dan bukan setelah permainan.
Itu
saat sisi emosi ku yang berbica, tapi saat aku menatap kertas putih di harapan
ku, kertas dengan bercak air mata. Sisi lain mulai berbicara.
Mungkin
mereka sudah menolak, tapi egois mu menutupi semua.
Mungkin
mereka sudah mengingatkan ku pahwa mereka tak sepahan, tapi otak ini terlalu
dangkal menerima sinyal.
Mungkin
mereka bermuka masam, tapi aku tak ambil soal karena tak ada kata yang keluar.
Mungkin
mereka terlalu baik dan kau yang kurang ajar.
Aku
tak masalah orang luar menganggap ku seperti apa.
Aku
adalah orang yang santai, walaupun kadang pemarah. Aku tak pernah menaruh
harapan pada seseorang, karena itu akan membebani, membuat ku makin tak berarah.
Aku bukan tipe pemarah yang akan meledak bila tak di hiraukan. Aku bukan
pemarah yang akan meledak jika janji ku selalu tak indahkan. Aku memiliki batas
pemarah yang cukup baik menurut ku.
Jika
orang lain marah saat ada yang berkianat, maka aku tidak, karena dari awal aku
tak pernah menaruh harapan.
Jika
orang lain marah saat orang hanya memanfaatkannya, maka aku akan senang hati di
manfaatkan selama rasa nyaman itu ada.
Mendekat
padaku sangat mudah, kau boleh melakukan apapun, aku tak menuntut banyak,
karena aku tak pernah menaruh harapan pada orang lain. Aku berusaha tak
membebani orang-orang sekitar dengan selalu baik padaku.
Tapi
ada dua hal, yang selalu pemicu 80% sifat buruk ku menjadi 85%. Pertama, saat
orang berbohong pada ku, berbohong menyukai ku padahal sebalikkan. Aku
memberikan tiga kali kesempatan, selama nyaman itu ada selalu ada kesempatan ke
tiga. Kedua saat kau terlihat mengikuti permainan komedi putar ku dan kau
mengeluh saat selesai permainan. Jika tak ingin maka katakan. Jika 80% sikap
menyebalkan ku keluar maka bersikaplah 90% lebih menyebalkan saat menolak.
Sehingga kau mengeluh sebelum permainan. Itu lebih baik, hatiku tak akan
terlalu sakit.
Pada
dasarnya semua hak, hak orang-orang mengkritik ini itu, hak tak harus bersikap
baik, tapi aku 80% orang dengan sifat menyebalkan juga punya hak untuk
melindungi diri.
Tapi
saat ku tatap ketas kosong itu lagi, masih ada bercak disana. Semua hanya di
kepala, tak ada pena menyapa di kertas ku. Aku dengan 80% sifat menyebalkan ku
menguap entah kemana, daripada menjadi pemarah, aku lebih menjadi si pengecewa.
Kecewa. Kecewa tapi tak ada marah disana.
Kecewa
karena aku tak cukup baik dan tetap dengan 80% ku.
Aku
tak mengindar, tapi aku rasa zona nyaman itu mulai pudar. Saat dua hal yang aku
syaratkan terlanggar, zona itu akan pudar.
Aku
tak akan pergi kemana pun, ku usap pipi ku lagi. Aku selalu menangis di saat
80% dan 20% sifat ku bertarung. Kubuang jauh marah ku, sudah lama, tapi kecewa
masih sedikit ada. Tak apa karena aku tak akan menuntut apa. Suatu saat akan
aku sampaikan dua hal yang tak bisa aku abaikan dengan mudah, suatu saat, pada
saat aku tak harus menangis saat mengingatnya. Aku akan bertatap muka langsung
dan mengatakannya, suatu saat, saat zona nyaman itu mulai ada.
Aku
hanya perlu perbaiki diri, perbaiki zona nyaman ku dengan orang sekitarku.
SEKIAN
Yeyeyeyeye,
ahahahha nggak tau kenapa Reyko lagi doyan nulis-nulis lagi. Ide lagi banyak.
Okeee semoga menikmati, Cerpen ini Cuma isapan jempol, jangan dibaca terlalu
serius. Sekian dari Reyko~~~~~
Nice
BalasHapus