Senin, 02 Oktober 2017

Cerpen: 80% AKU

Ku tatap buku di hadapan ku, masih kosong, tak ada tulisan Cuma ada bercak air mata saja. Apa sebegitu menyakitkan, saat akan ku tulis, semua kejadian semakin terngiang. Ku usap pipi ku lagi, entah sudah berapa kali. Aku mencoba berkata semua akan baik-baik saja, ini sudah pernah terjadi dan tidak terlalu menyakitkan jika sudah ke tiga kalinya. Tapi tetap saja, walaupun pernah, rasa sakitnya masih ada.
Saat aku yang egois ini mengulang kesalahan yang sama.


Entah mengapa semalaman ini tidur ku tak nyeyak, aku bahakan bisa mendengar diriku mengigau. Udara memang panas, tapi ada hal lain yang membuat ini semua tak nyaman.

Aku terbangun lagi, dan ku seka lagi pipi ku. Aku duduk di meja belajarku. Air mata itu masih ada, padahal aku bukan tipe orang pemikir, aku jarang menggunakan perasaan, karena jika tak sesuai harapan itu akan menyakitkan. Repot memang.

Aku hanya menggunakan perasaan, hati lebih dominan dari otak jika bersama orang yang membuatku nyaman.
Aku hanya peduli perkataan orang yang membuat ku nyaman, terlalu peduli sampai kadang aku lupa jadi diriku sendiri. Mengubur yang ia tak suka, mengubah diriku menjadi apa yang orang minta.

Itu masalah ku sendiri, memang, tak ada orang yang meninta. Aku suka jika orang yang membuat ku nyaman, merasa aku tak merepotkan, merasa aku jadi anak baik, dengan sedikit sifat menyebalkan.

Tapi sungguh sifat menyebalkan 80% dominan ada padaku, egois, pemaksa, pemikir, perasa, penyendiri, si tukang perintah. Jika aku ada dua, tak ingin aku berteman dengan diri ku satunya, sungguh.

Aku terkadang heran ada orang yang sabar yang mau mengajakku berbicang, walaupun sendiri lebih mudah. Lalu aku sadar apa yang membuat ku menyeka pipi ku berkali-kali.
Bukan tanpa sebab, saat kau merasa menemukan orang yang membuat mu nyaman. Sehingga kau akan menjadi besar kepala, sifat buruk mu semakin terlihat. Kau semakin nyaman, dan membuat mu lalai.

Aku kira orang sekitar ku merasa senang, memang terlau di butakan zona nyaman. Aku kira kala mereka diam tak berkomentar, kita akan sepaham. Aku kira saat mereka menyetujui hal gila dari otak kecil ku, mereka akan suka. Pada saat aku kira mereka mengikuti ku tanpa penolakan tegas, ku fikir mereka akan senang nantinya.

Ternyata Cuma egois ku saja, sangat menyakitkan saat tau hanya aku yang senang. Mereka hanya terpaksa. Saat tak ada penolakan keras, tak ada komentar pedas, mereka terlihat menikmati hari berasama ku, terlihat senang dimata ku. Di akhir perjalanan, Perkataan itu datang. Keluhan itu datang, mengeluh, tak setuju itu datang, setelah semua yang terlihat senang, ternyata hanya aku sendiri.

Aku orang dengan 80% sifat menyebalkan, entah masih merasa sakit saat hal ini muncul lagi. Kadang emosi ku mengatakan, kenapa mereka hanya diam saat tak setuju, kenapa hanya mengiyakan saat mereka tak suka. Kenapa di akhir selalu ada keluhan, seakan aku memaksakan semuanya. Kurasa mereka sudah cukup dewasa mengatakan iya dan tidak. Suka dan tidak, mau dan tidak mau.
Rasanya saat kau mengajak seseorang bermain komedi putar, tak ada penolakan, tak ada komentar, dan mereka ikut menaiki komedi putar bersama mu. Setelah permainan berakhir, mereka akan mengatakan bahwa mereka tak suka, komedi putar ini membuat ku mual dan pusing, seharunya mereka bisa bersenang-senang dengan wahana lain. Tapi kenapa baru setelah permainan mereka ucapkan itu. Sunguh itu sangat menyakitkan.

Bukankan sudah ku katakan, aku siap menerima penolakan di muka, penolakan baik atau kasar. Asal lakukan semua itu di muka dan bukan setelah permainan.

Itu saat sisi emosi ku yang berbica, tapi saat aku menatap kertas putih di harapan ku, kertas dengan bercak air mata. Sisi lain mulai berbicara.

Mungkin mereka sudah menolak, tapi egois mu menutupi semua.
Mungkin mereka sudah mengingatkan ku pahwa mereka tak sepahan, tapi otak ini terlalu dangkal menerima sinyal.
Mungkin mereka bermuka masam, tapi aku tak ambil soal karena tak ada kata yang keluar.


Mungkin mereka terlalu baik dan kau yang kurang ajar.

Aku tak masalah orang luar menganggap ku seperti apa.
Aku adalah orang yang santai, walaupun kadang pemarah. Aku tak pernah menaruh harapan pada seseorang, karena itu akan membebani, membuat ku makin tak berarah. Aku bukan tipe pemarah yang akan meledak bila tak di hiraukan. Aku bukan pemarah yang akan meledak jika janji ku selalu tak indahkan. Aku memiliki batas pemarah yang cukup baik menurut ku.
Jika orang lain marah saat ada yang berkianat, maka aku tidak, karena dari awal aku tak pernah menaruh harapan.

Jika orang lain marah saat orang hanya memanfaatkannya, maka aku akan senang hati di manfaatkan selama rasa nyaman itu ada.

Mendekat padaku sangat mudah, kau boleh melakukan apapun, aku tak menuntut banyak, karena aku tak pernah menaruh harapan pada orang lain. Aku berusaha tak membebani orang-orang sekitar dengan selalu baik padaku.

Tapi ada dua hal, yang selalu pemicu 80% sifat buruk ku menjadi 85%. Pertama, saat orang berbohong pada ku, berbohong menyukai ku padahal sebalikkan. Aku memberikan tiga kali kesempatan, selama nyaman itu ada selalu ada kesempatan ke tiga. Kedua saat kau terlihat mengikuti permainan komedi putar ku dan kau mengeluh saat selesai permainan. Jika tak ingin maka katakan. Jika 80% sikap menyebalkan ku keluar maka bersikaplah 90% lebih menyebalkan saat menolak. Sehingga kau mengeluh sebelum permainan. Itu lebih baik, hatiku tak akan terlalu sakit.

Pada dasarnya semua hak, hak orang-orang mengkritik ini itu, hak tak harus bersikap baik, tapi aku 80% orang dengan sifat menyebalkan juga punya hak untuk melindungi diri.

Tapi saat ku tatap ketas kosong itu lagi, masih ada bercak disana. Semua hanya di kepala, tak ada pena menyapa di kertas ku. Aku dengan 80% sifat menyebalkan ku menguap entah kemana, daripada menjadi pemarah, aku lebih menjadi si pengecewa. Kecewa. Kecewa tapi tak ada marah disana.

Kecewa karena aku tak cukup baik dan tetap dengan 80% ku.
Aku tak mengindar, tapi aku rasa zona nyaman itu mulai pudar. Saat dua hal yang aku syaratkan terlanggar, zona itu akan pudar.

Aku tak akan pergi kemana pun, ku usap pipi ku lagi. Aku selalu menangis di saat 80% dan 20% sifat ku bertarung. Kubuang jauh marah ku, sudah lama, tapi kecewa masih sedikit ada. Tak apa karena aku tak akan menuntut apa. Suatu saat akan aku sampaikan dua hal yang tak bisa aku abaikan dengan mudah, suatu saat, pada saat aku tak harus menangis saat mengingatnya. Aku akan bertatap muka langsung dan mengatakannya, suatu saat, saat zona nyaman itu mulai ada.
Aku hanya perlu perbaiki diri, perbaiki zona nyaman ku dengan orang sekitarku.
SEKIAN
Yeyeyeyeye, ahahahha nggak tau kenapa Reyko lagi doyan nulis-nulis lagi. Ide lagi banyak. Okeee semoga menikmati, Cerpen ini Cuma isapan jempol, jangan dibaca terlalu serius. Sekian dari Reyko~~~~~


1 komentar: