Sabtu, 24 September 2016

Si Parasit Lajang “Renungan-renungan Berbobot dari Ayu Utami”

Yay, Epik mulai rajin bikin postingan lagi... Horeee... *prokprokprok* Epik bukan mau review novel, tapi mau review buku lhoo... Dan buku ini dijamin ciamik buat dibaca... Gimana review'annya? Hyukkkk...
Judul
Si Parasit Lajang
Penulis
Ayu Utami
Genre
kumpulan tulisan
Penerbit
Gagasmedia
Jumlah Halaman
180
Tahun Terbit
September 2003 (cetakan ke-2)


Ayu Utami
Awalnya Epik mengira buku Si Parasit Lajang ini novel lho, ternyata bukan. Ini buku bukan novel. Epik sebelumnya hanya pernah baca novel Ayu Utami yang berjudul Saman karena disarankan oleh salah satu dosen favorit Epik. Setelah baca, Epik langsung memasukan Saman dalam list buku yang disuka (bukan karena novel itu disarankan oleh 'dosen favorit' Epik lho ya, tapi karena memang bagus). Buku Si Parasit Lanjang ini ternyata juga bagus.

Buku ini berisi 34 tulisan Ayu Utami yang pernah dimuat di beberapa surat kabar. Tulisan-tulisan ini dibagi menjadi 3 part yakni part kehidupan yang banyak mengisahkan kejadian-kejadian di sekitar Ayu Utami, part seks, jender dan kapitalisme yang berfokus pada pendapat Ayu Utami atas ketidakadilan jender, dan yang terakhir adalah part politik dan negara yang mengkritik keadaan politik serta diiringi sentilan mengenai jender juga.

Epik paling suka part 2 yang bertema seks, jender, dan kapitalisme. Tulisan favorit Epik berjudul Ricco Siffredi. Bagi yang belum tahu siapa si Ricco ini, Ricco adalah seorang pornstar asal Itali yang memenangi beberapa penghargaan untuk film-film dewasa yang ia bintangi. Dalam tulisan ini, Ayu Utami berselisih paham dengan salah seorang temannya. Ayu Utami nampaknya membenci ide bahwa wanita adalah objek (terutama dalam segi seksualitas) dan mengagas untuk memperlakukan pria sama seperti wanita yaitu dijadikan objek, apalagi kondisi kapitalisme saat ini dapat mendukung hal tersebut. Sang sahabat tidak setuju dan mengganggap itu sebagai bentuk balas dendam. Ayu Utami tetap kukuh bahwa selama ini sah-sah saja tuh pria menilai wanita (terutama) secara fisik dan karena itu wanita selalu dituntut untuk memiliki fisik yang sesuai dengan standar penilaian pria (yang seksi, berdada besar, pantat bulat, wajah cantik, rambut panjang, dst ini sih contoh dari Epik yaa). Mengapa wanita tak boleh melakukan sebaliknya?. Wanita juga boleh dong melakukannya dan untuk para pria, hendaknya jangan tersinggung apalagi marah jika ternyata mereka berada di bawah standar. If you, guys, have a feeling, so do the women! Don't make any standard if you didn't want to put in there. Seems fair to Epik.

Bagi KIKOSer yang pernah baca buku Ayu Utama yang berjudul Saman, mungkin KIKOSer sudah menyadari akan rasa ketidaksukaan Ayu Utami atas salah satu lembaga di Indonesia yakni lembaga perkawinan (atau pernikahan lah, biar maknanya lebih halus). Dalam buku ini, ketidaksukaan itu semakin ditujukan secara terang-terangan. Ayu Utami banyak mengkritik bahwa pernikahan terlalu berpihak terhadap pria. Buktinya pria sah-sah saja untuk berpoligami, namun perempuan tidak boleh poliandri dan poligami tersebut tentu berada dibawah naungan pernikahan bukan?. Kemudian dalam rumah tangga untuk mendukung program pemerintah 2 anak cukup, wanitalah yang harus merasakan proses di KB, sedang pria umumnya engga menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan kurang nyaman. Memangnya wanita nyaman 100% dengan alat-alat kontrasepsi yang harus diterima tubuhnya?.

Epik pribadi sih, kurang setuju dengan Ayu Utami mengenai pernikahan, meski yah ngga dapat menutup mata bahwa pernikahan saat ini berdasarkan patriarki dan segala hal di dalamnya dibuat untuk menguntungan pria. Namunnnn... Epik tetap menganggap bahwa pernikahan adalah hal suci serta penting untuk dilakukan oleh manusia. Bukan untuk egoisme si wanita atau si pria, bukan untuk meng-amin-i perlakuan pria dalam pernikahan yang sebagian ada ruginya bagi wanita. Tapi lebih untuk me-manusia-kan manusia. I know, sangat klise. Mungkin Epik bakal diketawain Ayu Utami dan dibatin 'duh, primitif banget pikiranmu Pik'. Siapa yang menciptakan pemikiran manusia itu harus di-manusia-kan, di-manusia-kan kan hasil rekaan manusia (bagi yang enggan menyentil unsur agama yaa) dan bukankah pada dasarnya manusia itu adalah 'hewan berakal'. Whoop, iya memang iya, tapi justru akal yang harusnya mampu menekan manusia dari tingkah-tingkah hewaniahnya. Meski tingkah hewaniah sebagian adalah insting namun disinilah akal ada untuk 'mengerangkengnya.'  Selain untuk me-manusia-kan manusia, pernikahan juga menjadi cara untuk melindungi status dari seorang anak. Di negeri yang serba sulit jika anak tidak memiliki status jelas ini, nampaknya masih membuat pernikahan masih sangat dibutuhkan. Kesimpulannya adalah Epik masih ingin menikah. Lha? Kok jadi curhat? balik ke isi bukunya aja gimana?.

Back to the review, Pemilihan kata Ayu Utami bisa dibilang santai. Meski menurut Epik tema-tema tulisan yang Ayu Utami usung ini beberapa diantaranya berat, tapi entah mengapa pembawaannya itu santai. Ngga berusaha memaksakan pendapatnya tapi lebih mengarah untuk mengajak pembaca memikirkan ide-ide yang disampaikan. Hal-hal yang mungkin sehari-hari luput dari pemikiran kita, Epik terutama, muncul disini dan mau ngga mau pembaca jadi mikir juga. Selain itu pembelajaran mengenai politik, linguistik, dan sastranya juga cukup membuka mata pembaca lho, setidaknya itu yang Epik rasa. Ah... Epik merasa telat membaca buku ini setelah lulus kuliah hahaha... Mungkin kalau Epik bacanya pas jaman kuliah, kayaknya Epik bisa jadi'in buku ini untuk bahan tugas.

Over all, bagus nih buku dan highly recommended banget bagi KIKOSer. Jadi KIKOSer wajib cari dan baca buku ini.

BTW, satu hal yang Epik rasa menonjol banget dari buku ini dan harus diingat KIKOSer, yaitu 'jangan tanya kapan nikah!' hahaha...

Web Resmi:
-ayuutami.info

Referensi:
-goodreads.com (gambar Ayu Utami)
-dwiananta.com (gambar cover si Parasit Lajang baru)

nih Epik kasih gambarnya:
Si Parasit Lajang Cover Baru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar