Holla
KIKOSer, yak kayaknya Epik jadi keseringan nge-review novel-novel doang deh (mana info lainnya woi??). Yah mau
gimana lagi, Epik cuma sempet baca+nge-review
novel doang seh... Lagi males nge-review
film dan membagi tips/ trik buat KIKOSer (huuu... pelit).
Epik kali
ini nge-review sebuah novel yang bertema nyerempet-nyerempet nge-feel gitu. Bukan novel sedih yang
cengeng-cengengan gitu, tapi lebih buat ngajak pembacanya bersyukur dengan apa
ya dimiliki saat ini, meningkatkan semangat bagi mereka-mereka yang mungkin
sedang sakit berat saat ini, juga menguatkan orang-orang yang mungkin saat ini
salah satu anggota keluarganya sedang mendapat penyakit yang berat. Baca ya~
Judul
|
Ways to
Live Forever
|
Penulis
|
Sally
Nicholls
|
Genre
|
Novel
Filosofis
|
Penerbit
|
Gramedia
|
Jumlah
Halaman
|
214
|
Tahun
Terbit
|
Januari
2011 (cetakan ke-5)
|
Sally Nicholls |
Sam
Oliver McQueen, seorang bocah sebelas tahun yang tengah mengidap leukimia. Ia
bocah yang ceria, menyenangi fakta-fakta, dan suka membuat daftar-daftar
seperti daftar keinginannya sebelum meninggal serta daftar
pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. Ia memiliki ibu yang tegar sekaligus
sensitif (ibu mana yang tidak sedih melihat anaknya sedang sakit??), ayah yang
pendiam dan sedikit kaku namun sebetulnya sangat sayang pada Sam, seorang adik
perempuan bernama Ella yang menyebalkan tapi juga bisa berbuat baik, dan
seorang sahabat karib bernama Felix yang berusia dua tahun lebih tua darinya.
Felix juga seorang penderita kanker.
Pertemuan Sam dengan Felix cukup lucu. Saat itu Sam sedang dirawat dirumah sakit dan mengalami kebosanan yang gawat, ia melihat seorang anak yang mondar-mandir di depan kamarnya sambil duduk di kursi roda. Gayanya selengekan dan sok misterius namun tampaknya bisa diajak berteman. Lalu tiba-tiba anak itu masuk kamarnya. Sam tahu anak itu juga mengidap kanker karena dibawah topi fedora anak itu tidak ada rambut alias botak. "pasti karena kemo" pikir Sam. Anak itu mengenakan kaos dengan sablon bertuliskan 'Green Day American Idiot' serta bergambar tangan meremas hati dan ia memperkenalkan diri bernama Felix. Felix mengatakan sedang dalam misi menuju toko namun ia tidak bisa melewati para perawat. Felix berkata ingin membeli sesuatu kemudian ia membuka genggaman tangannya dan menyembul bungkus rokok dari sana. Sam berpikir anak ini asyik dan mungkin mereka bisa bersahabat.
Sam tidak
bersekolah seperti anak-anak pada umumnya, tapi ia belajar bersama Felix di
rumah dengan Mrs. Willis sebagai gurunya. Pelajaran mereka pun bukan pelajaran
berat dan jika mereka sedang sakit, sangat lelah, atau harus pergi ke rumah
sakit, pelajaran bisa saja dibatalkan. Mrs. Willis suka sekali memberi
kegiatan-kegiatan menarik seperti membuat eksperimen gunung berapi buatan,
meledakan bubuk besi, dan sebagainya. Kali ini Mrs. Willis meminta Sam dan
Felix membuat tulisan semacam cerita mengenai kehidupan mereka. Felix yang
dasarnya tipe-tipe anak skeptis menganggap menulis itu hal tidak menarik dan
konyol tentu saja menolak membuat karangan, tapi Sam berbeda. Sam bahkan
berniat membuat buku tentang dirinya.
Sam mulai
menulis kehidupannya. Ia sebelumnya sudah membuat daftar keinginan yang ingin
ia wujudkan. Seperti naik balon Zeppelin, naik dengan eskalator turun dan turun
dengan eskalator naik, merasakan jadi remaja dengan minum minuman
keras+pacaran+merokok, melihat hantu, keluar angkasa, nonton film horor dengan rating 18+, memecahkan rekor dunia, dan
menjadi ilmuan. Kemudian dia pelan-pelan keinginannya terwujud dan tercatat
dalam bukunya. Sam juga membuat daftar pertanyaan yang tidak terjawab,
pertanyaan-pertanyaan seputar kematian dan sakitnya. Pelan-pelan pertanyaan
itupun terjawab meski kadang jawabannya tidak pasti.
Sam
sering berdiskusi sekaligus berdebat dengan Felix mengenai jawaban-jawaban dari
pertanyaan tidak terjawab. Salah satunya adalah pertanyaan 'kenapa Tuhan
membuat anak-anak jatuh sakit?'. Sam berusaha membuat daftar jawaban akan
pertanyaan tersebut dibantu (atau sebenarnya diricuhi) oleh Felix. Ia menjawab
'karena Tuhan itu tidak ada'. Sam tidak setuju akan itu namun Felix berkata
bahwa itu mungkin saja kan... sehingga Sam pun menuliskannya dalam daftarnya.
Kemudian Felix meneruskan 'Nomor dua, Tuhan ada, tapi diam-diam Dia jahat...'.
Lagi-lagi Sam tidak setuju tapi Sam akhirnya menulisnya juga. Felix kemudian
memberi jawaban lain bahwa mungkin saja pada kehidupan yang lalu mereka telah
berbuat jahat sehingga pada kehidupan yang sekarang mereka menerima karma. Sam
sebenarnya tidak ingin menulis alasan itu, maka dari itu ia menambah jawaban:
'Kita sudah sempurna. Kita tidak perlu mempelajari apapun lagi. Menjadi sakit
merupakan hadiah. Seperti... seperti mendapatkan Karcis-Gratis-Masuk-Surga'.
Felix mencemooh jawaban itu, tapi Sam menyukai ide karcis itu.
Saat yang
paling membuat Sam sedih adalah saat Felix meninggal. Ia jadi tidak doyan makan
dan murung. Namun Sam tidak ingin berhenti menulis bukunya. Sam terus mencatat
kejadian-kejadian yang menarik dalam hidupnya. Gimana kisahnya? Baca yaw...
Novelnya
bagus!. Sama kayak pas baca novel For One More Day, aku kira ini semacam
biografi gitu, eh ternyata novel. Bahasa yang dipakai mudah dipahami dan buka
novel minyi-minyi (dibaca: cengeng
abis) itu. Lebih ke arah ngasih semangat karena Sam yang sakit aja bisa
mensyukuri hidup masa Epik dan KIKOSer engga?. Sam yang awalnya takut-takut
mewujudkan keinginannya pada akhirnya bisa mewujudkan semuanya (meski tidak
dalam arti harafiah). Meski Felix bukan anak baik tapi Felix punya sisi baik
loh. Dia yang mendorong Sam agar punya nyali untuk mewujudkan segala
keinginannya. Yah meski harus Epik akui, beberapa keinginan Sam itu bukan
keinginan yang baik misal merokok/ minum minuman keras. Tapi seandainya itu
adalah keinginan terakhir seseorang, Epik rasa ngga apa-apa lah. (Epik ngga mau
ngomongin SARA yah... Kalau pendapat Epik dianggap salah atau ngga betul ya
maap).
Hm,
menurut Epik ya penggambaran tokoh Sam ini agak lebih dewasa dari umurnya yang
cuma 11 tahun. Tapi entah ya ini beda kultur atau gimana tapi feel anak 11 tahunnya kurang terasa. Maksud
Epik beda kultur adalah kalau di Indonesia anak usia 12-13 tahun kan gayanya
masih ingusan gitu kan yah masih sangat kekanakan (itu pas jaman Epik kecil loh
ya, anak sekarang mah SMP udah cabe-cabean ==??). Sedang di luar negeri
terutama Amerika, anak usia 12-13 tahun kan gayanya udah remaja banget yang
udah tau dandan, udah tau pakaian seksi+modis, udah tau ciuman dan sebagainya.
Gaya penulisannya (kan ceritanya novel ini adalah buku tulisan Sam) juga
agak lebih dewasa paling ngga kayak anak usia 14-15 tahunan. Tapi bolehlah...
Hal yang
Epik suka adalah Sam hobinya bikin daftar fakta-fakta. Lucu banget. Pembaca
jadi nambah ilmunya tentang balon Zeppelin. Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
Sam juga bikin pembaca jadi ikutan mikir gimana rasanya meninggal? pergi
kemanakah jiwa yang meninggal tadi?. Awww... Jadi sedikit nyesek.. Oh iya yang
bikin novel ini makin kelihatan real itu karena ada beberapa catatan Sam yang
ditulis pakai tulisan tangan disertai gambar-gambar dan foto. Jadi makin mirip kayak
buku peninggalan Sam asli.
Penasaran
sama novelnya? langsung cari di toko buku yaaa.... :D
Spesial Thank’s :
-Terima
kasih buat Kaichou Senpai yang telah merekomendasikan sekaligus meminjamkan
novel ini ke Epik… Arigatou~ :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar