Sabtu, 13 April 2013

Cerpen: Sungaiku

Sumber: www.gingerbreadartgallery.com


Hari ini aku pergi berlibur ke rumah kakek dan nenekku di Magetan bersama papa, mama dan adikku, Vitha. Sudah lama kami tidak mengunjungi kakek dan nenek. Aku sangat rindu mereka berdua. Aku rindu masakan nenek yang enak serta rindu dengan kakek yang suka memancing di sungai dekat rumah. Terbayang kegiatan apa saja yang biasa aku lakukan bersama dik Vitha dan kakek di sana. Sudah tidak sabar rasanya.
 

Kami sekeluarga berangkat dari rumah kami di Surabaya pukul enam pagi. Selama perjalanan mama, dik Vitha dan aku bermain tebak-tebakan sedangkan papa berkonsentrasi dengan mobil yang dikendarainya. Tak terasa kami sudah sampai di desa kakek dan nenekku tinggal. Saat mobil berhenti didepan rumah kakek dan nenek, aku langsung membuka mobil dan melompat kepelukan kakek dan nenek yang telah menunggu kami semua.

Setelah aku membantu menurunkan semua barang-barang, aku mendekati kakek yang sedang mengobrol dengan papa. Aku menarik tangan beliau.


''mbah, aku pengen main di kali, mbah!''
''lho... Kamu ndak capek to le? Mbok ya istirahat dulu to!''
''Ndak capek lo mbah!''
''ya, tak antarkan! Tapi makan dulu ya le! adikmu, Vitha, diijak makan juga ya! Tadi Mbah putri sudah masak pepes bandeng di belakang''

Aku mengajak dik Vitha ke belakang bersama nenek untuk makan agar bisa cepat pergi ke sungai. Aku segera melahap nasi dan pepes bandeng dengan terburu-buru sedangkan dik Vitha disuapi nenek.

''makannya mbok pelan-pelan nanti keselak lo!''
''biar cepet lho mbah!'' jawabku sambil meringis.

Setelah selesai makan, aku mengajak dik Vitha dan kakek ke sungai yang tidak terlalu jauh dari rumah. Kakek membawa alat pancing dan jaring. Aku dan dik Vitha hanya membawa beberapa bungkus makanan ringan dan beberapa teh kotak yang dimasukan ke dalam tas punggung milik dik Vitha. Di tengah perjalanan dik Vitha rewel minta teh kotaknya dibuka. Terpaksa kami berhenti sebentar dan membuka teh kotak untuk dik Vitha.

Setelah sampai di sungai, kakek segera duduk di atas batu pinggir sungai bersama dik Vitha yang asyik minum teh kotak. Begitu melihat ke arah sungai, aku kaget sekali. Sungainya kotor, penuh sampah dan warnanya coklat kehitaman. Bahkan aku tidak bisa melihat dasar sungainya. Padahal dulu sungai ini tidak begini. Saat terakhir aku kesini bersama kakek, sungai ini jernih sekali. dahulu banyak anak lain yang berenang di sini. Banyak pencari ikan yang mencari ikan di sungai yang agak dalam. Aku suka dengan sungai yang dulu. Tapi apa yang terjadi? Kenapa sungai ini kotor sekali?

''Mbah! Kok kali-nya gini mbah? Butek! banyak sampahnya gini?''
''begini le, beberapa bulan yang lalu di hulu kali ini ada pabrik sepatu yang baru didirikan. Nah, ternyata mereka buang sampah dan limbahnya ke kali dan limbahnya ndak diolah dulu. Sedikit demi sedikit kali ini jadi keruh. Anak-anak yang mandi di sini gatal-gatal. Para pencari ikan berkurang karena ikan-ikan yang dulu berlimpah sekarang tinggal sedikit le! Ya akhirnya kali ini ditinggal gitu aja! malah orang-orang sini juga ikut buang sampah ke kali. Mbah juga prihatin le'' jawab kakek dengan wajah suram.
''lho mbah kenapa orang-orang ndak mau protes ke pabrik sepatunya to mbah?''
''ndak ada yang barani le, soalnya warga sini yang kerja di pabrik itu ya lumayan banyak. Mereka ya takut dipecat''

Bersamaan dengan kakek berhenti berbicara, dik Vitha membuang wadah teh kotak ke sungai.

''Vitha! Kok buang sampah di situ sih!''kataku membentak dik Vitha.
''hiks... Hiks... Uaaa....''dik Vitha malah menangis.
''sudah-sudah... Cup... Cup... Cup... cah ayu ra pareng nangis''

Aku sangat kesal dengan dik Vitha. Sungai yang sampahnya banyak gini kok malah ditambahi. Aku marah dan minta buru-buru pulang.

***

Udara dingin dan kabut menyambutku padahal sudah jam tujuh pagi. Kalau di Surabaya jam tujuh pagi sudah panas. Untung nenek perhatian dengan merebuskan air untuk mandiku. Setelah mandi, aku lari menuju kamar dan meminta mama untuk mengambilkan bajuku. Setelah berpakaian rapi, aku pergi ke dapur. Di sana nenek sedang mengaduk teh hangat.

''mbah, mbah kakung dimana?''
''itu kakung-mu di depan rumah! Katanya mau ke kelurahan, ada rapat ''
''makasih mbah!''

Aku berlari kencang ke depan rumah dan berharap kakekku belum berangkat ke kelurahan. Untungnya kakekku belum berangakat. Kakek sedang memerikasa sepeda yang akan kakek gunakan untuk pergi ke kelurahan. Aku meminta izin kakek untuk pergi bersama dan kakek tidak keberatan.

Kakek mengayuh sepeda dengan pelan. Aku duduk di boncengan belakang memegang erat baju batik kakek. Di kelurahan masih cukup sepi, kami duduk dibangku terdepan di semacam ruangan yang sudah diisi dengan bangku berderet. Tak lama kemudian ruangan ini terisi penuh dan rapat pun dimulai.

''selamat pagi ibu dan bapak, rapat hari ini diadakan untuk menindak lanjuti pembangunan pabrik sepatu di daerah sekitar'' kata bapak-bapak berpakaian coklat membuka rapat.
''ibu dan bapak sekalian, pembangunan pabrik sepatu ini akan meningkatkan pendapatan desa ini, selain itu dapat membuka lapangan kerja bagi pemuda-pemudi di sini.''

Ibu-ibu dan bapak-bapak hanya mangut-mangut mendengar penjelasan bapak berbaju coklat. Tidak tahu mengapa, tiba-tiba aku memberanikan diri untuk berdiri dan maju ke hadapan warga.

''om, tapi pabrik sepatu bikin kali jadi kotor. Kata mbah saya pabrik sepatu buang limbah dan sampah ke kali''
''anak siapa ini? Adik... Adik kan masih kecil, adik masih ndak ngerti, ini masalah orang dewasa'' jawab bapak berbaju coklat.
''tapi om, saya dulu suka main di kali sama mbah saya. Sekarang kali-nya kotor, ikan sudah ndak ada. Orang-orang juga ndak mau ke sana lagi. Om dan tante daripada setuju bikin pabrik mending kita gotong royong membersihkan kali-nya biar ikannya bisa banyak lagi, biar bisa main air sama mbah, biar bisa mancing lagi!''

Semua orang berbisik-bisik.

''iya, saya menolak pembangunan pabrik sepatu di daerah ini!'' kata kakekku dengan lantang.

Akhirnya hampir semua yang hadir menolak didirikannya pabrik sepatu. Bahkan ada bapak-bapak yang mengancam mendemo pabrik sepatu di hulu yang membuang limbahnya ke sungai. Bapak berbaju coklat sangat kewalahan mengahadapi warga yang tidak senang. Rapat pun ditutup.

***

Hari ini papa dan mama mengajak untuk pulang ke Surabaya. Sebelum pulang kakek mengajakku ke sungai. Kakek berterimakasih kepadaku karena telah memberi semangat dan keberanian kepada warga. Kakek berkata bahwa sungai ini akan kembali bersih dan kami bisa memancing ikan di liburan berikutnya. Setelah puas memandangi sungai, kakek dan aku kembali ke rumah karena aku harus segera pulang ke Surabaya. Di perjalanan pulang, aku tertidur dan bermimpi bahwa sungai dekat rumah kakek menjadi bersih kembali. Kami semua dapat berenang, mencari ikan, dan bermain air bersama seperti dulu lagi. Aku sungguh tidak sabar untuk liburan berikutnya.

*Selesai*


1 komentar:

  1. jadi inget sungai di rumah embah q di Madiun T_T, dulu aq main2 di situ, cari ikan, sampek hanyut juga ~_~, sekarang kalau lebaran pulang kampung sungai2nya pada beda..kotor..kering..jadi kangen ama sungai bersih T_T,
    Semangat terus nulis cerpennya pi^^

    BalasHapus