Elemen Tema:
Tanah
Oleh
Evelin Giovani (a.k.a Epik)
Tanah adalah salah satu
elemen penting dalam kehidupan manusia, terutama pada bidang pertanian.
Eksploitasi tanah secara berlebihan dapat mengurangi kualitas tanah yang dapat
berakibat menurunnya jumlah panen. Petani tidak kehabisan akal untuk mendongkrak
jumlah panen, mereka menggunakan pupuk non-organik sebagai solusi cepat
menambah nutrisi bagi tanaman. Sayangnya para petani nampaknya kurang memahami
bahwa penggunaan pupuk non-oraganik justru akan semakin merusak kualitas tanah.
Tanah akan semakin kehilangan unsur-unsur alaminya yang pada akhirnya mendorong
petani semakin meningkatkan penggunaan pupuk non-organik. Hal ini belum
ditambah lagi dengan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk non-organik secara
terus menerus. Dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk non-organik antara
lain adalah pencemaran air atau istilah lainnya adalah eutrophication dimana air permukaan mengandung terlalu banyak unsur
nutrisi yang dibutuhkan tanaman (http://www.fao.org/doecrep/w2598e/w2598e06.html/
(diakses tanggal 17 April 2015, pukul 23.48 WIB). Hal ini berakibat pertumbuhan
tidak terkontrol dari alga serta enceng gondok dan jumlah ikan-ikan mati pada
perairan tersebut meningkat. Selain mencemari air permukaan, zat-zat dalam
pupuk non-organik juga dapat meresap dalam tanah sehingga turut mencemari air
tanah.
Selain pencemaran tanah
dalam bidang pertanian, tanah juga tercemar dengan zat-zat kimia yang berasal
dari limbah industri. Mulai dari minyak, logam berat, klorin, tri-asbestos, zat
pelarut, dan masih banyak lagi. Meningkatnya perindustrian tentu saja berdampak langsung bagi kondisi
lingkungan terutama air dan tanah. Limbah-limbah yang dibuang tanpa melalui
proses pemurnian terlebih dahulu
dapat membuat tanah tercemar. Hal ini telah
disadari betul oleh Negara Belanda sejak mencuatnya kasus polusi tanah di
Lekkerkerk, Belanda Selatan, pada tahun 1980. Saat itu pengembangan daerah
perumahan di Lekkerkerk sedang giat dilakukan dan tanpa disadari orang-orang
menggunakan zat kimia seperti xylene dan toluene, sejenis zat pelarut, hingga
menyentuh level tanah. Sisa dari zat kimia berbahaya ini pun akhirnya dibuang
secara sembarangan begitu saja sehingga menimbulkan kasus pencemaran yang
besar-besaran. Setelah kasus itu mencuat, kasus serupa pun mulai bermunculan sehingga
guna melindungi kondisi tanah, pada tahun 1983 dibentuklah pengarahan untuk
remediasi[1] tanah dibawah wewenang
Kementerian Perumahan, perencanaan ruang, dan lingkungan atau Ministerie van Volkshuisvesting, Ruimtelijke
Ordering en Milieubeheer yang disingkat menjadi VROM.
Bagi negara dengan
sektor pertanian sebagai sektor krusial, Belanda tentu memahami pentingnya
menjaga kualitas tanah demi kelangsungan hidup. Guna menanggulangi pencemaran
tanah yang terjadi, Belanda telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan inovasi
salah satu contohnya adalah mengeluarkan 2 undang-undang yang berkaitan dengan
tanah yakni Undang-undang Perlindungan Tanah (Wet Bodembescherming) dan Undang-undang Perlindungan Lingkungan (Wet Milieubeheer). Dalam UU Perlindungan
Tanah tercantum bahwa perusahaan yang ingin membangun usaha di suatu lahan bertanggung
jawab untuk melindungi tanah dan lingkungan salah satunya dengan upaya meremediasi
tanah kembali seperti semula. Tidak sekedar meremediasi secara asal-asalan
tetapi Negara Belanda memiliki standar kualitas tanah yang harus dipenuhi.
Tanah yang harus diremediasi hingga bersih dari segala pencermaran yang telah
ditimbulkan. Belanda juga memiliki SKB atau the
Dutch Center for Soil Quality Management and Knowledge yang bergerak dalam peningkatan
keseimbangan antara penggunaan tanah dan kualitas dari tanah.
Saat ini mungkin tidak
banyak yang tahu bahwa Belanda merupakan negara pionir di dunia dalam
program remediasi tanah. Teknologi yang digunakan Belanda dalam penerapan
remediasi tanah telah digunakan oleh negara-negara lain di dunia. Karena
Belanda tidak hanya mengembalikan tanah pada kondisi semula tetapi proses ini
juga didukung dengan riset serta kerjasama dengan universitas dalam negeri dan institusi-institusi
yang bergerak di bidang lingkungan. Riset dan kerja sama ini dilakukan untuk
mencari solusi guna mengefisiensikan biaya dan tenaga dalam penganggulangan
masalah polusi tanah. Pada tahun 2009 saja biaya yang dihabiskan untuk
remediasi tanah mencapai angka 320 juta euro.
Meski memakan biaya dan
tenaga yang tidak sedikit, program remediasi tanah di Belanda berjalan dengan
sukses. Menurut catatan dari VROM, pada tahun 2000 sekitar 50% dari 300 lahan
bekas pabrik gas yang eksis sejak tahun 80-an telah berhasil diremediasi.
Kemudian pada tahun 2009, Belanda telah mengadakan program remediasi tanah pada
lebih dari 2000 lahan tercemar. Jumlah lahan yang telah diremediasi akan terus
bertambah dari waktu ke waktu. Untuk waktu mendatang program remediasi tanah di
Belanda memiliki target menghapuskan seluruh polusi yang ada agar tanah kembali
lagi dapat diolah dengan mengajak pengguna, pemilik, dan industri-industri yang
telah menggunakan tanah tersebut.
Tidak hanya menerapkan
remediasi tanah pada negerinya sendiri, Belanda yang bekerja sama dengan
organisasi persatuan negara-negara Eropa dalam bidang pertanian dan agrikultur
yakni FAO (The Food and Agriculuture Organization of United Nation) juga membantu
serta mengedukasi negara lain seperti negara-negara benua Afrika berkaitan
dengan remediasi tanah.
Salah satu universitas Belanda yakni Wageningen University mengadakan penelitian
guna menanggulangi permasalahan pencemaran tanah akibat pestisida di Negara
Mali. Salah satu usaha remediasi tanah yang dilakukan di Negara Mali adalah
dengan mengisolasi tanah yang tercemar dari lahan pertanian. Tanah tersebut
kemudian dicampur dengan arang charcoal
untuk menyerap zat-zat beracun yang terkadung di dalamnya. Cari ini terbukti
ampuh untuk meremediasi tanah yang tercemar. Selain itu, Belanda dan FAO juga
melakukan edukasi mengenai remediasi tanah kepada negara-negara Afrika melalui workshop internasional yang
diselengarakan di Mali pada tanggal 22-24 Februari 2010 lalu. Para peserta workshop merasa bahwa kegiatan ini
sangat bermanfaat dan benar-benar menarik minat mereka.
Dapat disimpulkan bahwa
remediasi tanah merupakan hal penting yang mungkin sering dilupakan oleh negara
padahal dari tanahlah sumber kehidupan manusia berakar. Didukung dengan
teknologi, inovasi, dan kebijakan dari pemerintah, Belanda telah membuktikan
bahwa mengembalikan keadaan tanah menjadi semula bukanlah suatu keharusan
semata tetapi lebih karena sebuah kebutuhan seperti
tagline salah satu program yang
digagas FAO 2015 International Year of
Soil yakni ‘Healthy Soil for Healthy
Life’. Tanah yang sehat untuk kehidupan yang sehat.
Daftar
Pustaka
Cino, Ruud. 2006. Soil Pollution
in Netherlands. (online, http://www-test.renaremark.se/filarkiv/holland2006/A1_Ruud_Cino.pdf.)
http://kbbi.web.id/remediasi (diakses tanggal 24 April 2015, pukul 19.37 WIB)
http://rwsenvironment.eu/subjects/soil/legislation-and/
(diakses tanggal 18 April 2015, pukul 01.03 WIB)
http://www.epa.gov/oswer/international/factsheets/200906_eu_soils_policy.html/
(diakses tanggal 18 April 2015, pukul 06.29 WIB)
http://www.fao.org/agriculture/crops/news-events-bulletins/detail/ar/item/40460/icode/2/?no_cache=1/
(diakses tanggal 18 April 2015, pukul 09.16 WIB)
http://www.fao.org/doecrep/w2598e/w2598e06.html/
(diakses tanggal 17 April 2015, pukul 23.48 WIB)
http://www.hollandtrade.com/media/news/?bstnum=4961/
(diakses tanggal 17 April 2015, Pukul 21.53 WIB)
http://www.spkr.nl/reseach/thesisonline/node5.html/
(diakses tanggal 18 April 2015, pukul 01.05 WIB)
[1] Remediasi : tindakan
atau proses penyembuhan (http://kbbi.web.id/remediasi diakses
tanggal 24 April 2015, pukul 19.37 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar