Selamat Siang KIKOSer~ Selamat HARI NATAL
buat KIKOSer yang merayakan, semoga damai dan berkah Natal selalu bersama kita.
"Shinto" |
Epik muncul lagi nih membawa IPK (Ilmu Pengetahuan KIKOS) yang Epik ambil langsung dari mata kuliah Nihon Shinkou (日本信仰). Nihon Shinkou ini membahas mengenai kepercayaan serta agama yang ada di Jepang. Mulai dari jaman dulu sampai era sekarang.
Nah Epik dan Popo (temennya Epik) kebetulan dapet temanya mengenai Shinto tapi secara umum (ngga mendetil sampai kebagian-bagian matsuri atau cara berdo'anya). Tapi lumayan lah buat KIKOSer yang penasaran sama Shinto. Dari pada penasaran langsung baca aja ya~
Shinto
ini agama atau filosofi?
Shinto
(神道) berasal dari 2 gabungan kanji yaitu kanji 神 (かみ) yang
berarti dewa dan kanji 道 (みち) yang
berarti jalan, pengajaran, atau moral. Shinto dalam buku A History Of Japan to
1334 diartikan sebagai The Way of God atau “Jalur Tuhan”. Shinto juga dikenal
dengan sebutan “The Way of Kami”.
Saat para dewa memancing keluar Amaterasu dari gua persembunyiannya |
Shinto
ini tidak memiliki penemu. Maksudnya bukan seperti agama Budha yang “ditemukan”
oleh Sidarta Gautama. Entah tergolong agama langit atau agama manusia. (agama langit
maksudnya adalah agama wahyu yang turun dari Tuhan ke manusia, sedang agama
manusia adalah manusia yang menciptakannya) Pada dasarnya adalah kepercayaan
turun-temurun dari nenek moyang dalam bentuk ritual.
Shintoisme
adalah kepercayaan tertua di Jepang dan dapat di anggap sebagai agama pribumi
orang Jepang. Tidak diketahui kapan pastinya Shinto masuk ke Jepang. Menurut
Harumi Befu (1981: 95-96), walaupun mempunyai satu nama, Shinto sebenarnya
merupakan gabungan kepercayaan “primitif” yang sukar untuk digolongkan menjadi
satu agama, bahkan sebagai satu sistem kepercayaan. Agama ini lebih tepat
dianggap sebagai suatu gabungan dari kepercayaan “primitif” dan praktek-praktek
yang berkaitan dengan jiwa-jiwa, roh-roh, hantu-hantu, dan sebagainya. Shinto
juga termasuk dalam kepercayaan masyarakat karena sudah mengakar dalam
kehidupan rohani masyarakat jepang. (Danandjaya:167)
Pada
dasarnya orang Jepang tidak mempunyai konsep agama (Ajip, 1981:81). Orang
Jepang mengakui bahwa Shinto merupakan kepercayaan animistik yang memuja nenek
moyang. Mereka percaya bahwa Kami-lah
yang telah menciptakan dunia dan segala isinya. Selain dianggap dewa, Kami juga merupakan nenek moyang yang merupakan
cikal bakal orang-orang Jepang.
Konsep
dasar Jepang mengenai ketuhanan berbeda dengan konsep ketuhanan agama-agama
monoteisme. Konsep ketuhanan menurut Shinto dalam buku Religi Jepang adalah :
- Tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberi perlindungan dan cinta. Misal dewa-dewa Shinto
- Konsep yang merupakan dasar dari segala yang ada atau inti terdalam dari realitas. Misalnya istilah Kami dalam Shinto yang pengertiannya yang paling filosofis
Shinto
tidak memiliki nabi, kitab, maupun syariat. (Ajip, 1981:80). Tetapi dari sebuah
web mengatakan bahwa Kojiki (catatan
mengenai Jepang kuno) dan Nihongi
atau Nihon Shoki (risalah Jepang) adalah buku suci dalam Shinto. Karena dalam
buku ini terangkum segala tradisi dan upacara dalam agama Shinto. Oleh penganut
Shinto sejarah dipandang sebagai saat berlakunya kehendak para dewa dan tujuan
akhir religi akan tercapai bersama perjalanan waktu dan sejarah nasib rakyat
Jepang.
Shinto
juga tidak memiliki aturan moral mengenai perilaku. Seperti yang diungkapkan
Anton Sensei (Sensei-nya Epik), bahwa Shinto itu menekankan hal terpenting
dalam hidup adalah mendekatkan diri ke arah kebaikan dan memuja segala sesuatu
yang ada di alam, karena Kami hidup
dalam kehidupan manusia dan alam. Jika seorang penganut Shinto melakukan
keburukan atau melanggar tata tertib alam maka hal tersebut dapat membangkitkan
amarah Kami. Kemarahan Kami ini bisa berbentuk kegagalan panen
dan sumber pangan lainnya atau datangnya penyakit. Bagi orang-orang yang
melanggar dan ingin Kami tidak marah
biasanya akan pergi ke kuil lalu menyucikan diri. Intinya Shinto mengutamakan
keselarasan manusia dengan alam untuk menciptakan kedamaian yang mengarah pada
jalan kebenaran. Dalam Shinto tidak ada konsep dosa, yang tumbuh di masyarakat
justru konsep malu. Maka dari itu mereka ngga takut dosa tapi takut malu, ngga
kaget kan banyak orang Jepang yang hara-kiri
(alias seppuku alias bunuh diri)
karena ngga kuat menahan malu.
pendeta Shinto |
Kepercayaan
Shinto tidak bersifat siklis, melainkan satu arah. Maksudnya tidak seperti
agama Buddha yang punya konsep reinkarnasi. Dalam Shinto, manusia hanya hidup
sekali dan apabila meninggal arwahnya akan menetap di dunia. Shinto tidak
memiliki konsep neraka atau surga. Apabila seseorang meninggal dunia arwahnya
akan berkelana di bumi dan suatu hari akan tenang menjadi roh leluhur jika
keluarganya mengadakan ritual-ritual untuk orang yang sudah meninggal tersebut.
Penggambaran Dewi Amaterasu |
Hanya Shinto
diantara semua religi besar yang percaya pada konsep penciptaan walaupun dalam
bentuk mitologi yang primitif. (Bellah, 1992:84). Karena dalam Shinto ada kisah
bagaimana dunia ini (khususnya kepulauan dan masyarakat Jepang) terbentuk.
Mungkin KIKOSer yang sering bersinggungan dengan dunia kejepangan tidak asing
dengan kisah Amaterasu (dewi Matahari), Susanoo, Izanami Izanagi (orang tua
dari Amaterasu), dan masih banyak dewa-dewa lainnya. Mereka (orang-orang
Jepang) mengganggap Jepang adalah negara yang dirahmati dewa karena mereka
secara tidak langsung adalah keturunan dewa.
Menurut
Befu (1981: 96) shintoisme pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga sistem
kepercayaan yang berbeda yaitu: Shinto rakyat yang juga disebut dengan Shinto
petani pedesaan (Shinto yang dianut para petani jaman dulu), Shinto Negara atau
nasional (国家神道/ KokkaShinto),
dan yang terakhir adalah Shinto sekte (sama seperti agama Buddha, Shinto juga
dibagi menjadi bermacam-macam aliran).
Altar~ |
Cara
beribadah penganut Shinto adalah dengan berdoa di altar yang ada dirumah atau mengunjungi kuil Shinto (神社/ Jinja). Hampir setiap rumah memiliki suatu bagian dari kuil Dewi
Matahari sehingga dalam beberapa hal mereka ikut memuja leluhur kaisar. Maksudnya
disini adalah setiap rumah (rumah tradisional/ kuno) biasanya memiliki 2 altar
yang satu altar untuk memuja Amaterasu Omikami dan yang satunya altar untuk
memuja leluhur. BTW, Selain itu
mengikuti matsuri juga termasuk salah
satu cara beribadah.
Kuil
Shinto juga dianggap sebagai rumah Kami
(mungkin sama dengan anggapan bahwa masjid adalah rumah Allah S.W.T, semacam
kiasan saja). Setiap kuil memiliki dewa yang berbeda-beda untuk dipuja. Jadi tidak
selalu sebuah kuil didirikan untuk memuja Amaterasu.
Pengertian
Kami
"Kami" |
Kami adalah istilah Jepang untuk dewa. Berasal
dasar dari kata kagami (cermin) yang
kemudian disingkat menjadi Kami.
Pemikiran Tuhan seperti cermin merefleksikan semua yang ada di alam. Dia
bertindak dengan keadilan yang tidak memihak dan tidak menenggang setitikpun kotoran.
Apa yang ada dilangit itulah Kami, di
alam itulah roh, dan dlm diri manusia adalah ketulusan. Jika roh alam dan hati
manusia suci dan jernih maka mereka menjadi Kami.
(Bellah, 1992:88)
Kami (神)
dalam bahasa Inggris disetarakan dengan kata “God” atau Tuhan, sedang dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai “dewa” (mungkin ngga mirip konsep Tuhan pada
agama Kristen, tetapi lebih setara dengan kata “Deva” dalam agama Buddha). Kami tidak bersifat ketuhanan kerena
jumlah Kami dapat bertambah dengan
manusia-manusia yang dianggap berprestasi luar biasa dalam hal peperangan, ilmu
pengetahuan, dan agama (Ajib, 1981:82). Jadi nih misal ada seorang perjabat
atau ksatria yang bisa melindungi daerahnya dengan sangat baik tidak menutup
kemungkinan suatu hari jika dia meninggal akan dibuatkan kuil dan dipuja
sebagai dewa pelindung. Jumlah Kami memang
sangat banyak tapi pada dasarnya digolongkan menjadi 3 jenis: leluhur (氏神: ujigami), roh alam, dan jiwa dari orang-orang baik. Ujigami ini adalah
yang dipercaya ada hubungan dengan klan-klan. Kesimpulannya kepercayaan Shinto
bersifat politeisme (ber-Tuhan lebih dari satu).
Kami juga dianggap memiliki kekuatan atas
elemen-elemen tertentu di dunia ini dan Kami
tertinggi dalam kepercayaan Shinto adalah dewi Amaterasu (天照大神) yaitu dewi matahari yang dianggap sebagai nenek moyang orang Jepang.
Daftar Pustaka:
Beasley, W.G. 2003. Pengalaman
Jepang: Sejarah Singkat Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa. Jakarta: Gramedia Utama Pustaka
Rosidi, Ajip. 1981. Mengenal
Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya
Sansom, George. 1987. A
History of Japan to 1334. Japan: TuttleMakasih buat KIKOSer yang udah meluangkan waktu membaca review'an Epik dan kawan Epik bernama Popo~. Arigatou~
Special Thank's:
-Buat Popo yang sudah bekerja keras mengerjakan tugas Shinkou ini bersama Epik~ Arigatou~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar