Rabu, 25 Desember 2013

Shinto Secara Umum dan Pengertian Kami







Selamat Siang KIKOSer~ Selamat HARI NATAL 

buat KIKOSer yang merayakan, semoga damai dan berkah Natal selalu bersama kita.


"Shinto"

Epik muncul lagi nih membawa IPK (Ilmu Pengetahuan KIKOS) yang Epik ambil langsung dari mata kuliah Nihon Shinkou (日本信仰). Nihon Shinkou ini membahas mengenai kepercayaan serta agama yang ada di Jepang. Mulai dari jaman dulu sampai era sekarang.


Nah Epik dan Popo (temennya Epik) kebetulan dapet temanya mengenai Shinto tapi secara umum (ngga mendetil sampai kebagian-bagian matsuri atau cara berdo'anya). Tapi lumayan lah buat KIKOSer yang penasaran sama Shinto. Dari pada penasaran langsung baca aja ya~





Shinto ini agama atau filosofi?




Shinto (神道) berasal dari 2 gabungan kanji yaitu kanji (かみ) yang berarti dewa dan kanji (みち) yang berarti jalan, pengajaran, atau moral. Shinto dalam buku A History Of Japan to 1334 diartikan sebagai The Way of God atau “Jalur Tuhan”. Shinto juga dikenal dengan sebutan “The Way of Kami”.

Saat para dewa memancing keluar Amaterasu dari gua persembunyiannya

Shinto ini tidak memiliki penemu. Maksudnya bukan seperti agama Budha yang “ditemukan” oleh Sidarta Gautama. Entah tergolong agama langit atau agama manusia. (agama langit maksudnya adalah agama wahyu yang turun dari Tuhan ke manusia, sedang agama manusia adalah manusia yang menciptakannya) Pada dasarnya adalah kepercayaan turun-temurun dari nenek moyang dalam bentuk ritual.

Shintoisme adalah kepercayaan tertua di Jepang dan dapat di anggap sebagai agama pribumi orang Jepang. Tidak diketahui kapan pastinya Shinto masuk ke Jepang. Menurut Harumi Befu (1981: 95-96), walaupun mempunyai satu nama, Shinto sebenarnya merupakan gabungan kepercayaan “primitif” yang sukar untuk digolongkan menjadi satu agama, bahkan sebagai satu sistem kepercayaan. Agama ini lebih tepat dianggap sebagai suatu gabungan dari kepercayaan “primitif” dan praktek-praktek yang berkaitan dengan jiwa-jiwa, roh-roh, hantu-hantu, dan sebagainya. Shinto juga termasuk dalam kepercayaan masyarakat karena sudah mengakar dalam kehidupan rohani masyarakat jepang. (Danandjaya:167)

Pada dasarnya orang Jepang tidak mempunyai konsep agama (Ajip, 1981:81). Orang Jepang mengakui bahwa Shinto merupakan kepercayaan animistik yang memuja nenek moyang. Mereka percaya bahwa Kami-lah yang telah menciptakan dunia dan segala isinya. Selain dianggap dewa, Kami juga merupakan nenek moyang yang merupakan cikal bakal orang-orang Jepang.


Konsep dasar Jepang mengenai ketuhanan berbeda dengan konsep ketuhanan agama-agama monoteisme. Konsep ketuhanan menurut Shinto dalam buku Religi Jepang adalah :
  • Tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberi perlindungan dan cinta. Misal dewa-dewa Shinto
  • Konsep yang merupakan dasar dari segala yang ada atau inti terdalam dari realitas. Misalnya istilah Kami dalam Shinto yang pengertiannya yang paling filosofis
   
Shinto tidak memiliki nabi, kitab, maupun syariat. (Ajip, 1981:80). Tetapi dari sebuah web mengatakan bahwa Kojiki (catatan mengenai Jepang kuno) dan Nihongi atau Nihon Shoki (risalah Jepang) adalah buku suci dalam Shinto. Karena dalam buku ini terangkum segala tradisi dan upacara dalam agama Shinto. Oleh penganut Shinto sejarah dipandang sebagai saat berlakunya kehendak para dewa dan tujuan akhir religi akan tercapai bersama perjalanan waktu dan sejarah nasib rakyat Jepang.

Shinto juga tidak memiliki aturan moral mengenai perilaku. Seperti yang diungkapkan Anton Sensei (Sensei-nya Epik), bahwa Shinto itu menekankan hal terpenting dalam hidup adalah mendekatkan diri ke arah kebaikan dan memuja segala sesuatu yang ada di alam, karena Kami hidup dalam kehidupan manusia dan alam. Jika seorang penganut Shinto melakukan keburukan atau melanggar tata tertib alam maka hal tersebut dapat membangkitkan amarah Kami. Kemarahan Kami ini bisa berbentuk kegagalan panen dan sumber pangan lainnya atau datangnya penyakit. Bagi orang-orang yang melanggar dan ingin Kami tidak marah biasanya akan pergi ke kuil lalu menyucikan diri. Intinya Shinto mengutamakan keselarasan manusia dengan alam untuk menciptakan kedamaian yang mengarah pada jalan kebenaran. Dalam Shinto tidak ada konsep dosa, yang tumbuh di masyarakat justru konsep malu. Maka dari itu mereka ngga takut dosa tapi takut malu, ngga kaget kan banyak orang Jepang yang hara-kiri (alias seppuku alias bunuh diri) karena ngga kuat menahan malu.

pendeta Shinto
Kepercayaan Shinto tidak bersifat siklis, melainkan satu arah. Maksudnya tidak seperti agama Buddha yang punya konsep reinkarnasi. Dalam Shinto, manusia hanya hidup sekali dan apabila meninggal arwahnya akan menetap di dunia. Shinto tidak memiliki konsep neraka atau surga. Apabila seseorang meninggal dunia arwahnya akan berkelana di bumi dan suatu hari akan tenang menjadi roh leluhur jika keluarganya mengadakan ritual-ritual untuk orang yang sudah meninggal tersebut.

Penggambaran Dewi Amaterasu
Hanya Shinto diantara semua religi besar yang percaya pada konsep penciptaan walaupun dalam bentuk mitologi yang primitif. (Bellah, 1992:84). Karena dalam Shinto ada kisah bagaimana dunia ini (khususnya kepulauan dan masyarakat Jepang) terbentuk. Mungkin KIKOSer yang sering bersinggungan dengan dunia kejepangan tidak asing dengan kisah Amaterasu (dewi Matahari), Susanoo, Izanami Izanagi (orang tua dari Amaterasu), dan masih banyak dewa-dewa lainnya. Mereka (orang-orang Jepang) mengganggap Jepang adalah negara yang dirahmati dewa karena mereka secara tidak langsung adalah keturunan dewa.

Menurut Befu (1981: 96) shintoisme pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga sistem kepercayaan yang berbeda yaitu: Shinto rakyat yang juga disebut dengan Shinto petani pedesaan (Shinto yang dianut para petani jaman dulu), Shinto Negara atau nasional (国家神道/ KokkaShinto), dan yang terakhir adalah Shinto sekte (sama seperti agama Buddha, Shinto juga dibagi menjadi bermacam-macam aliran).



Altar~
Cara beribadah penganut Shinto adalah dengan berdoa di altar yang ada  dirumah atau mengunjungi kuil Shinto (神社/ Jinja). Hampir setiap rumah memiliki suatu bagian dari kuil Dewi Matahari sehingga dalam beberapa hal mereka ikut memuja leluhur kaisar. Maksudnya disini adalah setiap rumah (rumah tradisional/ kuno) biasanya memiliki 2 altar yang satu altar untuk memuja Amaterasu Omikami dan yang satunya altar untuk memuja leluhur. BTW, Selain itu mengikuti matsuri juga termasuk salah satu cara beribadah.
 
Berdo'a di Jinja
Kuil Shinto juga dianggap sebagai rumah Kami (mungkin sama dengan anggapan bahwa masjid adalah rumah Allah S.W.T, semacam kiasan saja). Setiap kuil memiliki dewa yang berbeda-beda untuk dipuja. Jadi tidak selalu sebuah kuil didirikan untuk memuja Amaterasu.




Pengertian Kami



"Kami"


Kami adalah istilah Jepang untuk dewa. Berasal dasar dari kata kagami (cermin) yang kemudian disingkat menjadi Kami. Pemikiran Tuhan seperti cermin merefleksikan semua yang ada di alam. Dia bertindak dengan keadilan yang tidak memihak dan tidak menenggang setitikpun kotoran. Apa yang ada dilangit itulah Kami, di alam itulah roh, dan dlm diri manusia adalah ketulusan. Jika roh alam dan hati manusia suci dan jernih maka mereka menjadi Kami. (Bellah, 1992:88)

Kami () dalam bahasa Inggris disetarakan dengan kata “God” atau Tuhan, sedang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “dewa” (mungkin ngga mirip konsep Tuhan pada agama Kristen, tetapi lebih setara dengan kata “Deva” dalam agama Buddha). Kami tidak bersifat ketuhanan kerena jumlah Kami dapat bertambah dengan manusia-manusia yang dianggap berprestasi luar biasa dalam hal peperangan, ilmu pengetahuan, dan agama (Ajib, 1981:82). Jadi nih misal ada seorang perjabat atau ksatria yang bisa melindungi daerahnya dengan sangat baik tidak menutup kemungkinan suatu hari jika dia meninggal akan dibuatkan kuil dan dipuja sebagai dewa pelindung. Jumlah Kami memang sangat banyak tapi pada dasarnya digolongkan menjadi 3 jenis: leluhur (氏神: ujigami), roh alam, dan jiwa dari orang-orang baik. Ujigami ini adalah yang dipercaya ada hubungan dengan klan-klan. Kesimpulannya kepercayaan Shinto bersifat politeisme (ber-Tuhan lebih dari satu).

Kami juga dianggap memiliki kekuatan atas elemen-elemen tertentu di dunia ini dan Kami tertinggi dalam kepercayaan Shinto adalah dewi Amaterasu (天照大神) yaitu dewi matahari yang dianggap sebagai nenek moyang orang Jepang.

Daftar Pustaka:
Beasley, W.G. 2003. Pengalaman Jepang: Sejarah Singkat Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa. Jakarta: Gramedia Utama Pustaka
Rosidi, Ajip. 1981. Mengenal Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya
Sansom, George. 1987. A History of Japan to 1334. Japan: Tuttle

Makasih buat KIKOSer yang udah meluangkan waktu membaca review'an Epik dan kawan Epik bernama Popo~. Arigatou~

Special Thank's:

-Buat Popo yang sudah bekerja keras mengerjakan tugas Shinkou ini bersama Epik~ Arigatou~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar