Jumat, 07 Maret 2014

Perempuan Berkalung Sorban “Feminisme Dalam Ketidakadilan”



Assalamuallaikum...
Halo KIKOSer semua... Epik mau nge-review novel bagus nih. Sudah pernah baca belom? Novel ini udah pernah difilmkan lo. Nah dari pada penasaran... Cus baca ya... :)


Judul
Perempuan Berkalung Sorban (Edisi Revisi)
Penulis
Abidah El Khalieqy
Genre
Novel Islami
Penerbit
Araska
Jumlah Halaman
246
Tahun Terbit
Agustus 2012 (cetakan pertama)


Abidah El Khalieqy
Apa perbedaan perempuan dan laki-laki? Secara fisik tentu sangat berbeda fungsi. Perempuan bisa hamil, melahirkan, dan menyusui sedang laki-laki tidak, tapi apakah itu membuat status perempuan lebih rendah dari laki-laki?. Perempuan itu katanya kerjaan utamanya adalah 3M yaitu Macak, Manak, Masak (bersolek, melahirkan, memasak), sedang laki-laki boleh melakukan apapun yang penting bekerja. Perempuan itu identik dengan di rumah, laki-laki itu di luar rumah (kerja). Perempuan selalu dianggap 'inferior' sedang laki-laki selalu 'superior'. Apakah semua itu benar?.

Perempuan harus selalu 'manut' di bawah perintah laki-laki itu salah. Jika si laki-laki salah mengapa harus 'manut'?. Perempuan itu harus jadi sosok 'pasif' itu kuno. Mengapa harus pasif jika perempuan bisa aktif secara positif? (bukan agresif ya). Hal itulah yang coba dibuktikan oleh Annisa.

Annisa adalah seorang bocah desa dan seorang anak kyai yang memiliki sebuah pesantren meski tidak besar. Annisa hidup di lingkungan yang menilai perempuan itu selalu berada di bawah laki-laki. Perempuan itu harus bangun pagi untuk kemudian mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak seusai sholat subuh, sedang kedua saudaranya (Wildan dan Rizal) boleh kembali ke kamar untuk belajar padahal niatnya untuk tidur dan meski kedua orang tua mereka tau toh mereka tidak ditegur. Perempuan itu dilarang pencilakan seperti belajar naik kuda, naik pohon, atau sekedar mancing di kali. Nisa (nama panggilan Annisa) sering menanyakan alasan mengapa ia tidak boleh ini-itu oleh bapak dan ibunya. Namun jawaban yang ia peroleh tidak pernah memuaskan dirinya. Karena itu sikap Nisa sedikit lebih bandel dari bocah-bocah perempuan lainnya.

Apa yang tidak boleh, justru ia lakukan. Seperti belajar menunggang kuda. Ia belajar menunggang kuda dengan lek (terj: paman) nya dari pihak ibu, Lek Khudhori namanya. Meski dunia kecil Nisa menekan kebebasannya tapi ada setitik cahaya yang membuat Nisa kembali cerah yakni cerita-cerita seru dari Lek Khudhori. Cerita mengenai pejuang perempuan dan kehebatan-kehebatan tokoh perempuan di seluruh dunia seolah mampu menyihir Nisa untuk tidak berdiam diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Bandelnya bisa dibilang makin menjadi. Ia terus berlatih kuda sampai-sampai ketahuan bapaknya dan diberi hukuman dengan tidak boleh keluar rumah selain ke sekolah dan ngaji, apa bila dilanggar Nisa akan langsung mendapat tiket ke pondokan tanpa menunggu lulus SD (saat itu Nisa masih SD). Nisa pun terpaksa menuruti perintah bapaknya.

Nisa memang bandel tapi bisa dibilang tergolong bocah cerdas dan kritis. Ia sering bertanya bermacam-macam hal kepada ibunya. Jika ia merasa kurang puasa ia pun bertanya serta mengajak berdebat ustadnya. Terang saja ustadnya geleng-geleng kepala sambil menahan emosi. Tapi mau bagaimana lagi, Nisa memang begitu sifatnya.

Nisa merasa diperlakukan kurang adil hanya karena ia perempuan. Semua orang yang ia kenal selalu kurang lebih berpendapat demikian, namun tidak sama halnya dengan Lek Khudhori. Lek Khudhori justru setuju dengan kesetaraan gender. Setuju bahwa perempuan itu harus bisa berpendidikan tinggi sama seperti laki-laki. Nisa pun merasa Lek Khudhori adalah bahan bakar semangatnya untuk terus maju memperjuangkan apa yang menurutnya benar.

Gadis yang menjelang masa akil balik seperti Nisa pun pada akhirnya merasakan juga getaran-getaran yang berbeda terhadap leknya. Sikap Lek Khudhori yang lembut, cerdas, perhatian, ditambah lagi penampilan fisiknya yang tampan dan saleh membuat Nisa benar-benar jatuh cinta. Sayangnya Lek Khudhori sebentar lagi berangkat ke Mesir untuk berkuliah disana, itu berarti Nisa akan kehilangan cerita-cerita ke pahlawanan perempuan yang menghibur sekaligus kehilangan seseorang yang dicintai. Lek Khudhori berusaha menenangkan Nisya dengan berjanji akan mengirimi surat dari Kairo sana. Nisa sedikit lebih lega mendengar janji Lek Khudhori. Nisa tetap menyimpan rasa untuk Lek Khudhori dalam hatinya...

Beberapa tahun kemudian Nisa justru dinikahkan dengan pria tidak dikenal yang jauh lebih tua darinya. Pria itu bernama Samsudin, seorang lulusan fakultas hukum dan anak seorang Kyai ternama yang memiliki pesantren besar sekaligus sahabat bapak Nisa. Nisa tidak pernah melihat wajah calon suaminya hingga 1 jam sebelum pernikahan. Senyuman sumringah Samsudin berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan Nisa. Nisa justru memikirkan Lek Khudhori.

Pernikahan yang dijalan Nisa sungguh berat. Meski katanya Samsudin seorang pria berpendidikan serta anak seorang kyai terkenal, nyatanya Samsudin tak lebih dari pengangguran yang tak tahu hukum bahkan hukum agama. Tak pernah sedetikpun Nisa merasakan kebahagiaan dalam mengarungi bahtera rumah tangga bersama Samsudin, yang ada justru rasa derita dan sengsara. Tidak hanya secara psikis dia disiksa tapi secara seksual juga. Nah bagaimana kelanjutan cerita Nisa? Akankan Nisa dapat meraih kebahagiaannya serta memperjuangkan persamaan derajat antara perempuan dan laki-laki? Baca sendiri ya~

Saatnya Epik komen :D
Novel Perempuan Berkalung Sorban ini bisa dikatakan mengusung tema feminisme dibalut dengan nuansa Islami gitu. Nisa digambarkan sebagai sosok “pemberontak” yang ngga mau gitu aja menerima nasib bahwa perempuan itu makhluk “nomor 2”. Didukung oleh cerita-cerita dari Lek Khudhori, Nisa menumbuhkan rasa semangat untuk berani mengatakan apa yang menurut dia salah. Meski telah menikah dan hanya lulusan tsanawiyah tidak memadamkan rasa kritis dari diri Nisa. Bener-bener tokoh yang berpendirian kuat dan tegas. Sedang Lek Khudhori seperti yang udah Epik jelasin di atas bahwa dia sosok pria yang sempurna. Sayangnya cuma satu, waktu Epik baca part dimana Lek Khudhori ngobrol sama Nisa, dia itu sering nge-GeeR-in orang!. Idih, masak anak SD disepik (digodain) juga?. Ya godainnya itu semacam kayak bikin GeeR gitu. Gak kaget kalau akhirnya Nisa ada rasa juga sama leknya sendiri. Ckckck... Mentolo njitak sebenere... Sedang sosok Samsudin digambarkan sungguh memuakkan!. Naudzubilah... jangan sampai admin KIKOS dan KIKOSer yang muslimah mendapat suami macam Samsudin ini. Seandainya Epik diberi kesempatan untuk mempertimbangkan hukuman apa yang pantas untuk Samsudin, Epik bakal mengajukan ide untuk dimasukan ke dalam penjara aja seumur hidup. Kebangetan banget jadi suami soalnya.

Terus soal alur, novel Perempuan Berkalung Sorban ini pakai alur maju. Ceritanya sih asyik dan mungkin bikin berdebar. Berbagai bentuk penyiksaan Samsudin terhadap Nisa digambarkan dengan cukup rinci dan menggunakan bahasa yang cukup sopan pula. Sayangnya novel yang Epik baca ini adalah novel edisi revisi. Kata Reyko, novel yang belum direvisi isinya lebih kontroversional dan CETARRR dari yang versi revisi. Epik baca yang revisian aja udah ketar-ketir apa lagi yang asli...

Novel ini sudah pernah difilmkan dengan judul yang sama. Diperankan oleh Revalina S. Temat sebagai Nisa, Oka Antara sebagai Lek Khudhori, dan Reza Rahardian sebagai Samsudin. Hm... Jangan bayangin Samsudin seganteng Reza Rahardian ya... Samsudin digambarkan pria bertubuh gemuk, jauh lebih tua dari Nisa, dan ngga ada cakep-cakepnya gitu lah.



Spesial Thank’s :
-makasih buat Mas Ribut (Toko Buku Bekas Onlen) yang bukunya keren-keren :D

Jangan lupa ikut KUKIS 2014 ya KIKOSer... :D apa itu KUKIS? Klik Disini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar