Rabu, 18 Februari 2015

Perjalanan dan Info seputar Rempah dan Makanan Di Indonesia

Assalamu’alaikum KIKOSer~~~
Malam ini Reyko akan membahas tentang makanan dan rempah Indonesia. Sebenarya ini tugas Reyko sih, tapi berhubung ini tugas kayaknya bisa jadi bahan di blog, aku posting deh.ahahahha. lumayan buat nambah info seputar makanan dan rempah-rempah di Indo.



Kuliner di Indosesia sangatlah beragam,  Indonesian yang merupakan daerah kepulauan memiliki masakan khas yang berbeda-beda di tiap daerahnya. Kekayaan makanan khas di setiap daerah membuat indonesia tidak hanya di kenal dengan tempat wisatanya saja, namun juga dengan wisata kulinernya KIKOSer. Jika kita menyebutkan masakan Indonesia, tentu kita akan membayangkan banyak masakan atau makanan, karena memang Indonesia tidak memiliki satu makanan yang bisa mewakili makanan Indonesia itu sendiri. Seperti penuturan William Wongso seorang pakar kuliner di majalah Tempo Edisi Khusus “Antropologi Kuliner Indonesia”, ia menyatakan bahwa yang ada adalah masakan dan makanan daerah bukan Indonesia. Dapat dikatakan masakan di tiap-tiap daerah itulah yang dinamakan masakan Indonesia. Akan tetapi akan sangat sulit jika memilih satu masakan yang menggambarkan Indonesia, mengingat beragamnya masakan yang ada.

Pada dasarnya makanan merupakan satu kesatuan antar beberapa negara. Makanan dan bumbu di tiap-tiap negara hampir memiliki kesamaan, namun terkadang ada perbedaan dalam penyebutannya. Seperti pengungkapan Hisanori Kato dalam bukunya Kangen Indonesia, yang sempat kebingungan saat ditanya makanan Indonesia karena Indonesia merupakan daerah yang multietnis. Seperti ia menyebutkan nasi dan mie goreng yang di negaranya Jepang juga ada makanan yang serupa, namun dengan rasa dan isi yang berbeda. di Cina nasi goreng dan mie goreng juga merupakan makanan yang populer. Hisanori berpendapat masakan Sunda, padang, dan Jawa Tengah itu lebih alami;

“...masakan yang ada di seluruh Indonesia seperti ini adalah budaya makanan yang membanggakan dunia. Bumbu-bumbu yang mengunakan rempah-rempah serta bumbu yang pedas...” (Kato, 27-28:2012)

Nah Reyko contohkan remaph di Batak KIKOSer, ada yang namanya merica Batak, yang lebih familiar disebut andaliman atau nama latinnya (Zanthoxylum acanthopodium). Jika merica di jawa kering dan berwarna abu-abu ke kuningan, maka andaliman basah dan hijau layaknya buah. Andaliman inilah yang menjadi bumbu kunci di Batak, semua masakan Batak selalu menggunakanannya, walaupun suku-suku di Batak lainnya ada yang menggunakan nama lain. Rasa merica Batak ini pedas dan membuat lidah terasa kebas, ternyata di budaya Sichuan Cina, rasa pedas seperti yang di hasilkan merica Batak juga sangat populer. Orang Sichuan menyebutnya ma la/ numb hot, yang mengartikan pedas yang membuat lidah kelu atau baal. Guna mendapatkan rasa pedas itu orang Sichuan menggunakan andaliman yang lebih mereka kenal dengan Shicuan pepper. Seperti yang di lansir pada majalah Tempo Edisi Khusus, Indra Halim, yang menekuni dunia kuliner di Medan, menyatakan bahwa andaliman dan Shicuan pepper memiliki rasa yang berbeda.

        Walaupun dari tanaman yang sejenis namun proses pengolahan atau pada saat memanen sangat berbeda, dan hal tersebut membuat rasa merica ini sendiri menjadi berbeda. andaliman lebih membuat lidah kebas, hampir seperti wasabi sedangkan Shicuan pepper seperti cabai rawit. Menurut William (pakar kuliner Indonesia), perbedaan keduanya dikarenakan cara pemanenannya, “... andaliman di petik dan di konsumsi saat masih hijau, sedangkan Shicuan pepper dibiarkan hingga merekah dan mengering...” (Tempo Edisi Khusus, 111:2014). Contoh itulah yang membuat terkadang makanan ataupun bumbu memiliki keterkaitan antara daerah satu dengan yang lain, dan bahkan antar negara.

        Selain contoh diatas, ada pula cerita makanan dan penggunaan rempah-rempah di Maluku. Maluku terkenal akan rempah-rempah yang melimpah. Selama berabad-abad Maluku layaknya wilayah yang dirahasiakan oleh pedagang Arab dan Cina dari Eropa, mengingat kebutuhan Eropa akan rempah-rempah juga cukup tinggi. Pada abad ke-16, Eropa mulai datang, Portugislah yang pertama kali mendarat di Ternate pada 1512, kemudian beberapa tahun berikutnya di susul oleh Spanyol yang mendarat di Tidore. Rempah-rempah inilah yang menarik beberapa bangsa datang ke Indonesia, terutama pulau-pulau yang memiliki rempah-rempah yang melimpah. Tetapi di masakan Maluku dalam keseharian tidak banyak menggunakan rempah, menurut sejarawan dari Universitas Khairun Ternate, Syahril Muhammad, dalam majalah Tempo Edisi Khusus Antropologi Kuliner Indonesia, menyatakan pengunaan rempah yang minim dikarenakan pala dan cengkeh merupakan tanaman asli di Maluku atau “tumbuh liar” dan tidak ditanam dengan sengaja.

Selain itu cengkeh dan pala lebih sering digunakan sebagai obat, minyak oles, atau hal-hal spiritual seperti upacara adat.  Di berbagai daerah kita ketahui bahwa makanan juga merupakan dari rangkaian upacara adat. Seperti halnya di Halmahera ada upacara Hibualomo, dilakukan untuk acara yang bersifat adat seperti pengkukuhan seorang pemimpin adat. Upacara adat dimulai dengan arak-arakan keliling kota yang berakhir di Hibualomo. Pada arak-arakan ini sang pemimpin adat akan duduk di atas kursi yang ditandu oleh 4-8 orang. Beragam kebudayaan daerah akan ditampilkan pada acara yang berpusat di rumah adat, upacara ini akan diakhiri dengan acara makan bersama. Ini akan membuat antara pemimpin adat dengan masyarakat semakin dekat. Jadi dapat di simpulkan bahwa pala dan cengkeh bukan kebutuhan pokok masakan orang-orang Maluku, walaupun negara atau daerah lain lebih sering menggunakannya.

        Dari Maluku, kita pindah wilayah KIKOSer. Kita membahas lagi makanan dan rempah di wilayah Sulawesi Utara. Sulawesi Utara yang mayoritas di tempati oleh Etnis Minahasa, memang terkenal dengan makanan pedasnya. Sama halnya seperti di Jawa Timur, cabai merupakan bahan terpenting dalam setiap masakan di wilayah ini. Walaupun harga cabai lebih dari 100rb/kg tidak menyurutkan penduduk Sulawesi untuk memasak makanan pedas. Sulawesi Utara sendiri menghabiskan 200-800 ton cabai per hari,
dan membuat stok lokal kurang dan harus mendatangkan dari Jawa Timur dan Gorontalo. Cabai memang bumbu dapur penting di beberapa wilayah di indonesia. Walaupun harga cabai yang terus meningkat terkadang tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk mengkonsumsi cabai.

        Keaneka ragaman makanan, masakan, dan rempah Indonesia ternyata membuat bangsa ini lebih kaya dan memiliki daya tarik sendiri bagi negara-negara lainnya. Dapat dikatakan makanan merupakan ciri atau identitas tiap-tiap daerah di indonesia, setiap makanan mewakili sesuatu yang khas di daerah tersebut. Makanan dan masakan juga merupakan pemersatu tali kekerabatan. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya beberapa makanan di setiap upacara-upacara adat di Indonesia. Makanan di Indonesia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia sendiri, namun juga kebutuhan akan bersosialisasi, hubungan manusia dengan Tuhan dan alam. Mungkin kalau di film, seperti film Tabularasa kali yaa.ahahahah

        Nah di Indonesia sendiri KIKOSer pasti tau, banyak memiliki banyak sekali ritual keagamaan atau upacara adat yang berhubungan dengan makanan, seperti sedekah bumi, tingkepan, sedekah larung, bancaan, Tumpengan, dan masih banyak istilah-istilah lainnya. Terkadang upacara adat dan makanan ini terdapat di kebudayaan yang ada di tiap-tiap daerah di Indonesia. Tidak dipungkiri wisata budaya pasti tidak terlepas dari upaca adat, dan makanan. Terutama di daerah-daerah wisata seperti Yogyakarta dan Solo. Yogya dan Solo adalah daerah yang masih memiliki raja dan kraton sebagai pemerintahan daerahnya, di dua tempat ini sangat kental dengan budaya dan makanannya. Jika berkunjung ke Yogyakarta dan Solo kita tidak hanya dimanjakan oleh pemandangan dan keasriannya, namun juga dengan kebudayaan dan makanan-makanan yang penuh dengan sejarah, terutama makanan-makanan keraton.

        Cut~~~
Sekian dari Reyko, nanti aku sambung di postingan selanjutnya. Postingan selanjutanya membahas makanan Keraton nie><. Semoga infonya bermanfaat KIKOSer.

Komen atau cuap-cuap KIKOSer bisa komen atau ke HaiKIKOS


Daftar Pustaka:
Edisi Khusus Tempo. 1-7 Desember 2014. Antropologi Kuliner Indonesia (Ekonomi, Politik, dan Sejarah Di Belakang Bumbu Makanan Nusantara)

       



Tidak ada komentar:

Posting Komentar